LATAR BELAKANG DAN HAKEKAT PENTINGNYA
KONSELOR SEBAYA
Peran keluarga
besar yang semakin menurun terhadap kemandirian keluarga menyebabkan disparitas
peran orangtua dan siswa. Kesenjangan hubungan tersebut menyebabkan siswa yang
berada pada tahap perkembangan remaja akhir atau dewasa awal lambat dalam
menemukan identitas diri akibat tuntutan kedewasaan yang semakin tinggi.
Siswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
Siswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
Siswa yang
kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak
jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena
pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu,
baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
Dalam
perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa
diselesaikan sendirian oleh siswa yang bersangkutan. Adakalanya terdapat
masalah-masalah tertentu yang tidak bisa dipecahkan sendirian, melainkan
membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya.
Kelompok sebaya,
bagi siswa sebagai individu, penting sekali untuk membantu siswa dalam belajar
menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok
sebaya, akan membantu siswa sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar
tujuan siswa yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur
kehidupan yang positif.
Merujuk pada hal
tersebut di atas, maka kedudukan konselor sebaya diharapkan mampu mengurangi
tingkat stress siswa baik karena tuntutan akademik maupun non akademik,
sehingga siswa dapat menyesuaikan diri dan memecahkan permasalahan hidupnya
secara mandiri pada akhirnya.
Konselor sebaya
merupakan model konseling yang mengadaptasi model pembelajaran “Tutor Sebaya”.
Konselor sebaya adalah model konseling melalui optimalisasi potensi siswa yang
memiliki kemampuan konseling. Dalam model ini, siswa yang memiliki kemampuan
konseling dijadikan sumber belajar (konselor) bagi siswa lain yang memiliki
permasalahan-permasalahan tertentu.
Model konselor
sebaya memanfaatkan peran siswa untuk menjadi mitra belajar menyelesaikan
masalah bagi rekan-rekan sesama siswa, atau pihak lain yang hampir sama secara
psikologis (sebaya).
Model ini
diilhami oleh model pembelajaran co-operative learning dan collaborative
learning. Melalui model konselor sebaya jarak antara siswa yang memiliki
kemampuan untuk melaksanakan konseling (konselor), dengan masiswa yang memiliki
masalah dapat didekatkan. Sehingga hambatan psikologis sosiologis yang
menyebabkan masiswa tertekan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
Siswa yang
memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang
berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian siswa
yang menyukai tantangan (bagi siswa yang akan berperan sebagai konselor),
karena siswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman
lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa
mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih diberdayakan.
Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk
berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang
berkompeten.
Namun demikian,
dalam praktiknya tentu saja siswa yang mendapatkan label sebagai konselor
sebaya, haruslah mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang perlu dilakukan
dalam konseling. Mengingat, bahwa apa yang terjadi dalam konseling tidak
semuanya sama seperti hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan berbagi cerita atau
curhat dalam kehidupan sehari-hari.
2. TUJUAN PELAKSANAAN KONSELING SEBAYA
Bukan hanya psikolog atau konselor profesional yang berlatar
pendidikan konseling yang bisa menjadi konselor. Siswa dengan segala
kemampuannya bisa diberdayakan untuk menjadi tenaga konselor semi profesional.
Konselor semi profesional yang dimaksudkan adalah konselor sebaya, yang mana siswa
dengan keterampilan konseling, mampu memberikan bantuan untuk para siswa yang
lain dalam upaya penyelesaian masalah.
Tujuan konseling sebaya adalah sebagai berikut.
Tujuan konseling sebaya adalah sebagai berikut.
1.
Siswa dengan ketrampilan konseling,
akan berusaha untuk membantu siswa yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang dialaminya,
2.
Siswa dengan keterampilan konseling,
akan berusaha membantu siswa yang lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi
yang sehat dan efektif,
3.
Siswa dengan keterampilan konseling,
akan berusaha membantu siswa yang lain supaya mampu melakukan
perubahan-perubahan positif dalam hidupnya, serta
4.
Siswa dengan keterampilan konseling,
akan berusaha membantu siswa yang lain supaya mampu mengambil
keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Konseling sebaya akan memudahkan siswa untuk mengoptimalisasikan
kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat
bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi
yang akan dibantunya.
3.
PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN SISWA
Salah satu modal utama untuk menjadi tenaga konselor semi
profesional, yaitu sebagai konselor sebaya, siswa harus terlebih dahulu
memahami perkembangan dan permasalahan siswa. Dengan memahami dua hal tersebut,
maka secara tidak langsung, siswa sebagai konselor sebaya bisa mengetahui latar
belakang munculnya permasalahan siswa, jika kelak sudah terjun menjadi konselor
sebaya.
Siswa dalam perspektif psikologis, dikelompokkan ke dalam masa
perkembangan dewasa awal. Hal ini disebabkan karena secara psikologis,
seseorang dikatakan dewasa jika berada dalam rentangan usia ntara 18 sampai 40
tahun. Sementara itu di sisi lain, siswa biasanya berada dalam rentangan usia
antara 17 sampai 25 tahun. Dengan demikian, dalam usia semacam ini, siswa
dikelompokkan ke dalam usia dewasa awal. Artinya, dalam masa perkembangan ini, siswa
dituntut untuk belajar berperan dan bertanggungjawab sebagai seseorang yang
dewasa baik secara pribadi maupun sosial, akademis, karier, politis, maupun
spiritual.
Siswa sebagai kaum yang berada pada masa dewasa awal, seringkali
mendapatkan beban di pundaknya yang lebih penting dan lebih berat dibandingkan
pada masa-masa sebelumnya. Ketika seseorang berada pada masa SMA dan sederajat,
kemungkinan besar kesalahan-kesalahan yang dilakukan masih banyak dimaklumi
oleh masyarakat. Sebaliknya, siswa yang sudah beranjak dewasa, mulai dikurangi
toleransi dalam melakukan kesalahannya. Bersamaan dengan itu, beban dan
tanggungjawab pun semakin banyak dibebankan kepadanya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, banyak pula harapan-harapan yang riil dibebankan kepada siswa. Baik itu yang berasal dari orangtua, keluarga besar, masyarakat, Universitas tempatnya menuntut ilmu, atau pihak-pihak lainnya yang berarti (significant others). Sayangnya, tidak semua harapan yang dibebankan kepada siswa tersebut bisa tercapai dan dapat diwujudkan. Meskipun berbagai lembaga universiter telah banyak disediakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa, namun tetap saja tidak semuanya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Seiring dengan perkembangan tersebut, banyak pula harapan-harapan yang riil dibebankan kepada siswa. Baik itu yang berasal dari orangtua, keluarga besar, masyarakat, Universitas tempatnya menuntut ilmu, atau pihak-pihak lainnya yang berarti (significant others). Sayangnya, tidak semua harapan yang dibebankan kepada siswa tersebut bisa tercapai dan dapat diwujudkan. Meskipun berbagai lembaga universiter telah banyak disediakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa, namun tetap saja tidak semuanya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Ciri-ciri siswa adalah sebagai berikut.
1.
Berada dalam “masa pengaturan”
Dikatakan demikian, karena menurut
pandangan masyarakat begitu seseorang mulai memasuki dunia deasa, maka sama
artinya dengan hilangnya kebebasan-kebebasan tertentu. Siswa yang mulai
memasuki masa dewasa harus lebih siap menerima tanggungjawab yang dibebankan
kepadanya. Jika ditilik lebih lanjut, siswa laki-laki mulai dituntut untuk
memperhatikan pekerjaan atau kariernya di masa yang akan datang. Sedangkan, siswa
perempuan harus mulai belajar untuk menerima tanggung jawab sebagai calon Ibu
dan pengurus rumah tangga.
2.
Berada pada usia reproduktif
Siswa sebagai kaum dewasa awal tentu
saja sedang mengalami masa reproduktif, di mana dia siap untuk melakukan
tindakan-tindakan reproduktif untuk melanjutkan keturunannya.
3.
Berada pada masa “bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa
banyak masalah baru yang sering dihadapi oleh seseorang, tidak trekecuali
manusia. Masalah-masalah baru ini biasanya berbeda dari masalah-masalah yang
sering dihadapi selama ini. Banyak kaum muda yang dihadapkan pada banyak
masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya.
Beberapa alasan mengapa penyesuaian diri pada masa dewasa sulit untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
Beberapa alasan mengapa penyesuaian diri pada masa dewasa sulit untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
4.
Sedikit sekali kaum muda yang
mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai
orang dewasa.
5.
Mencoba menguasai dua atau lebih
keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil
6.
Tidak memperoleh bantuan dalam
menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahan mereka, tidak seperti saat
mereka dianggap belum dewasa.
7.
Berada pada masa “ketegangan
emosional”
Ketika seseorang berada dalam suatu
wilayah baru, maka secara tidak langsung ia akan berusaha untuk memahami letak tanah
yang baru saja ditempatinya, mungkin pula ia akna merasa bingung dengan
keberadaannya saat itu. Begitu pula dengan siswa yang menjejaki lasa baru dalam
hidupnya. Tidak dapat disangsikan, hal-hal semacam inilah yang sebagian
mendasari munculnya permasalahan siswa.
8.
Berada pada masa “keterasingan
sosial”
Dengan berakhirnya pendidikan formal,
dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier,
pernikahan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya saat
remaja pun mulai renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan
kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama
kali sejak bayi, semua orang muda, akan mengalami keterpencilan sosial atau
keterasingan sosial.
9.
Berada pada masa “komitmen”
Setelah menjadi dewasa, siswa mulai
mendapatkan tanggung jawab bahkan kepercayaan dari pihak lain. Dengan adanya
hal ini, maka baik disadari maupun tidak, dalam kehidupan siswa yang
bersangkutan, akan mulai muncul berbagai komitmen-komitmen tertentu dalam
hidupnya.
10. Berada pada masa “ketergantungan”
Meskipun sudah memasuki usia dewasa
yang salah satu cirinya adalah kemandirian, namun tetap saja ada siswa yang
maih meletakkan kebergantungan dalam hidupnya. Kebergantungan tersebut biasanya
kepada keluarga, sahabat, atau pihak lain dalam jangka waktu yang berbeda-beda
antara yang satu dengan lainnya.
11. Berada pada masa “perubahan nilai”
Banyak nilai-nilai pada masa
kanak-kanak dan masa remaja yang berubah karena pola hubungan sosial yang lebih
luas dengan orang-orang yang berbeda-beda dank arena nilai itu mulai dilihat
dari kacamata siswa yang telah memasuki usia dewasa.
12. Berada pada masa “penyesuaian diri dengan cara hidup baru”
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh siswa selaku kaum dewasa awal, adalah penyesuaian terhadap gaya hidup. Yang paling umum adalah penyesuaian diri terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola seks tradisional, serta pola-pola baru kehidupan keluarga, termasuk perceraian, single parent, dan berbagai pola baru di lingkungan siswa.
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh siswa selaku kaum dewasa awal, adalah penyesuaian terhadap gaya hidup. Yang paling umum adalah penyesuaian diri terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola seks tradisional, serta pola-pola baru kehidupan keluarga, termasuk perceraian, single parent, dan berbagai pola baru di lingkungan siswa.
13. Berada pada masa “kreatif”
Banyak kreativitas yang muncul saat
orang-orang berposisi sebagai siswa. Bentuk kreativitas itupun bermacam-macam
bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan
keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.
Dari perspektif yang lain, setiap
masa perkembangan, pasti mengemban tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan
yang wajib diemban oleh siswa dipusatkan pada harapan-harapan orangtua dan
masyarakat agar mereka berhasil berprestasi dalam studi mereka. Sebagian
lainnya diharapkan agar mereka segera mendapatkan pekerjaan, memilih seorang
teman hidup. Sebagian yang lainnya, meskipun tidak banyak, diharapkan oleh
orangtua mereka untuk belajar hidup bersama dengan suami atau isteri, membentuk
suatu rumah tanggay, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan bergabung
dalam suatu kelompok sosial yang cocok.
4.
LATIHAN MEMAHAMI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA
Upaya konselor dalam mengenali konseli (kliennya) dalam
ragam sifat dan karakteristiknya (individual differencies) bisa dilakukan
menggunakan teknik-teknik tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Terkait dengan
transaksi konseling sebagai transaksi budaya, maka teknik pemahaman individu
yang relevan digunakan adalah teknik non testing yang dirancang bangun oleh
konselor (termasuk konselor sebaya).
Skill training bagi konselor sebaya (peer counseling) dimaksudkan untuk berlatih mempertajam mind competencies. Teknik pemahaman individu non testing merupakan salah satu teknik untuk menjaring informasi atau keterangan konseli yang, dalam hal ini adalah teman sebaya, yang up to date.
Skill training bagi konselor sebaya (peer counseling) dimaksudkan untuk berlatih mempertajam mind competencies. Teknik pemahaman individu non testing merupakan salah satu teknik untuk menjaring informasi atau keterangan konseli yang, dalam hal ini adalah teman sebaya, yang up to date.
Adapun teknik pemahaman individu tersebut di antaranya adalah
sebagai berikut.
A.
Observasi
Merupakan teknik merekam data atau keterangan yang berupa perilaku individu yang Nampak (behavior observable). Apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh individu yang bersangkutan dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melakukan observasi, konselor hendaknya melengkapi diri dengan alat-alat observasi yaitu daftar cek (checklist), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot (Anecdotal records), dan alat-alat mekanik (mechanical devices).
Merupakan teknik merekam data atau keterangan yang berupa perilaku individu yang Nampak (behavior observable). Apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh individu yang bersangkutan dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melakukan observasi, konselor hendaknya melengkapi diri dengan alat-alat observasi yaitu daftar cek (checklist), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot (Anecdotal records), dan alat-alat mekanik (mechanical devices).
B.
Kuisioner
Merupakan teknik perekam data yang merupakan serangkaian pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang wajib dijawab individu secara tertulis pula. Data atau keterangan yang diungkap berupa fakta, pendapat dan sikap, serta persepsi diri dan hubungannya dengan orang lain. Metode kuesioner merupakan metode yang praktis, setiap responden mendapatkan pertanyaan yang sama, responden bebas memberikan keterangan, mempunya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan, dan pengaruh subyektif dapat dikurangi.
Merupakan teknik perekam data yang merupakan serangkaian pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang wajib dijawab individu secara tertulis pula. Data atau keterangan yang diungkap berupa fakta, pendapat dan sikap, serta persepsi diri dan hubungannya dengan orang lain. Metode kuesioner merupakan metode yang praktis, setiap responden mendapatkan pertanyaan yang sama, responden bebas memberikan keterangan, mempunya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan, dan pengaruh subyektif dapat dikurangi.
C.
Wawancara
Merupakan proses komunikasi yang diselenggarakan secara profesional. Sebagai teknik pemahaman individu (yang bersifat pengumpulan data dan face finding), maka wawancara merupakan suatu proses komunikasi dengan mengajukan berbagai pertanyaan secara lisasn baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara yang bersifat langsung, apabila data yang diperoleh langsung berasal dari individu yang bersangkutan. Sedangkan wawancara yang bersifat tidak langsung, apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai seseorang yang lain.
Data atau keterangan yang direkam melalui wawancara misalnya saja adalah kebiasaan belajar, maka konselor perlu merekam pula segala hal yang termasuk indicator dalam kebiasaan belajar (tempat belajar, jadwal belajar, fasilitas belajar, strategi belajat, kesulitan-kesulitasn yang dialami, situasi belajar, perhatian, dan dukungan orangtua, dll).
Manfaat wawancara adalah mengungkap langsung pandangan, sikap dan pendapat seseorang, mengungkap struktur kognitif yang berada di dunia makna seseorang, dan mengeksplor informasi personal.
Merupakan proses komunikasi yang diselenggarakan secara profesional. Sebagai teknik pemahaman individu (yang bersifat pengumpulan data dan face finding), maka wawancara merupakan suatu proses komunikasi dengan mengajukan berbagai pertanyaan secara lisasn baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara yang bersifat langsung, apabila data yang diperoleh langsung berasal dari individu yang bersangkutan. Sedangkan wawancara yang bersifat tidak langsung, apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai seseorang yang lain.
Data atau keterangan yang direkam melalui wawancara misalnya saja adalah kebiasaan belajar, maka konselor perlu merekam pula segala hal yang termasuk indicator dalam kebiasaan belajar (tempat belajar, jadwal belajar, fasilitas belajar, strategi belajat, kesulitan-kesulitasn yang dialami, situasi belajar, perhatian, dan dukungan orangtua, dll).
Manfaat wawancara adalah mengungkap langsung pandangan, sikap dan pendapat seseorang, mengungkap struktur kognitif yang berada di dunia makna seseorang, dan mengeksplor informasi personal.
D.
Sosiometri
Merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial, dari setiap anggota kelompok. Manfaat teknik sosiometri adalah memperbaiki hubungan insane, menentukan kelompok kerja tertentu, meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada kegiatan tertentu, mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok. Pemanfaatan teknik sosiometri akan ditindaklanjuti dengan sosiogram, yaitu penggambaran hubungan sosial menggunakan bentuk bagan.
Merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial, dari setiap anggota kelompok. Manfaat teknik sosiometri adalah memperbaiki hubungan insane, menentukan kelompok kerja tertentu, meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada kegiatan tertentu, mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok. Pemanfaatan teknik sosiometri akan ditindaklanjuti dengan sosiogram, yaitu penggambaran hubungan sosial menggunakan bentuk bagan.
E.
Otobiografi
Merupakan pengumpulan data individu dengan jalan mempelajari karangan yang ditulis sendiri oleh subyek terteliti, berupa riwayat kehidupannya pada rentang waktu tertentu. Kegunaan otobiografi adalah mengetahui aspek-aspek, baik pikiran, perasaan, sikap pribadi, tingkah laku atau keadaan emosi, mengetahui tingkat pengetahuan dan pendidikan, pengalaman, minat, bahkan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai, dan sebagai dasar untuk melancarkan instrument non testing lainnya.
Merupakan pengumpulan data individu dengan jalan mempelajari karangan yang ditulis sendiri oleh subyek terteliti, berupa riwayat kehidupannya pada rentang waktu tertentu. Kegunaan otobiografi adalah mengetahui aspek-aspek, baik pikiran, perasaan, sikap pribadi, tingkah laku atau keadaan emosi, mengetahui tingkat pengetahuan dan pendidikan, pengalaman, minat, bahkan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai, dan sebagai dasar untuk melancarkan instrument non testing lainnya.
F.
Inventori masalah (Daftar Cek Masalah/ Problem Checklist)
Merupakan
sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk memancing pengutaan
masalah yang pernah atau sedang dialami oleh individu yang menyangkut keadaan
pribadi seperti sikap, minat, keadaan jasmnani, hubungan personal-sosial,
kondisi rumah dan keluarga, dan lain-lain. Adapun daftar problema yang terungkap
dalam DCM ada 12, yaitu :
a. Kesehatan
b. Keuangan
c. Pergaulan
social
d. Agama atau
kepercayaan
e. Pekerjaan
f. Keluarga
g. Kepribadian
h. Kurikulum
i. Kemampuan
atau bakat
j. Belajark.
Rekreasi (penggunaan waktu luang)
l. Asmara
(percintaan)
5. LATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KONSELOR SEBAYA
Berkomunikasi
merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karenanya, manusia akan
selalu menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Berkaitan dengan itu,
dibutuhkan sebuah keterampilan komunikasi yang harus dikuasai oleh manusia,
agar bisa melakukan kontak dengan pihak lain dalam berbagai situasi.
Tujuan
komunikasi :
1. Menemukan
diri
2. Berhubungan
dengan orang lain
3. Meyakinkan agar
mengubah sikap dan perilaku
4. Bermain dan menghibur diri
Taraf komunikasi
Bila seseorang bertemu dengan orang lain,
akan terjadi komunikasi. Tetapi komunikasi tersebut akan terjadi dalam taraf
kedalaman yang berbeda-beda. Taraf kedalaman komunikasi dapat diukur dari apa,
dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang
lain atau dirinya sendiri (Supratiknya, 1995).
Adapun taraf kedalaman komunikasi terjadi dalam lima tahap sebagai berikut.
Adapun taraf kedalaman komunikasi terjadi dalam lima tahap sebagai berikut.
A.
Taraf kelima basa-basi
B.
Taraf komuniaksi paling dangkal
Terjadi antara
dua orang yang bertemu secara kebetulan. Pada taraf ini tidak terjadi
komunikasi yang sebenarnya. Setiap orang tidak membuka diri kepada dan bagi
yang lain
C.
Taraf keempat membicarakan orang lain
Kedua belah
pihak sudah saling menanggapi tetapi masih dangkal. Belum mau bicara tentang
diri masing-masing. Obyek pembicaraan di luar dirinya. Masing-masing pihak
tidak saling berpendapat, hanya sekedar bertukar informasi saja. Masing-masing
pihak belum saling membuka diri.
D.
Taraf ketiga menyatakan gagasan dan
pendapat
Masing-masing
pihak sudah saling membuka diri. Pengungkapan diri masih terbatas pada taraf
pikiran. Masing-masing pihak menghindar dari kesan beda pendapat. Cenderung
menyenangkan lawan bicara. Belum ada keberanian untuk menampilkan diri yang
sebenarnya
E.
Taraf kedua hati/ perasaan
Mulai membuka hati. Hubungan satu sama
lain terasa lebih akrab. Sepakat untuk saling mempercayai. Taraf pertama
hubungan puncak Ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, saling percaya. Bebas
untuk saling mengungkapkan perasaan. Satu sama lain saling memahami
Yang perlu digarisbahwahi bahwa
kelima taraf kedalaman komunikasi itu wajib ada dalam konseling, dimulai dari
taraf yang paling dangkal sampai pada taraf yang paling dalam atau hubungan
puncak. Konseling dimulai dengan komunikasi taraf dangkal, karena hal ini
dimaksudkan untuk membangun kepercayaan konseli terlebih dahulu, dan mengurangi
ketakutan konseli dalam mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya.
Mendengar Empatik
Supaya proses komunikasi lebih
bersifat personal, apalagi dalam setting konseling, perlu dikomunikasikan
kepada lawan bicara, bahwa konselor telah mendengar dan memahami apa yang
dikomunikasikannya. Proses komunikasi disebut impersonal, jika penerima
mengkomunikasikannya kepada pengirim pesan, bahwa ia tidak memahami pesan yang
disampaikan. Kondisi seperti ini tentu saja akn menghambat proses komunikasi.
Dalam pelaksanaan konseling mendengar
empatik mengandung arti bahwa ada kesediaan dari pribadi konselor untuk
mendengarkan dengan penuh perhatian setiap hal yang dikemukakan oleh konseli
atau klien. Di samping itu ada kesediaan untuk memahami pesan yang disampaikan
konseli atau klien dari sudut pandang orang tersebut.
Empatik bukan berarti simpatik, bahwa
konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh konseli atau kliennya dari
sudut pandang konseli, namun tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap
berusaha dan menjadi pihak yang netral.
Kiat paling efektif untuk bisa mendengarkan empatik adalah “sebelum memberikan tanggapan, terlebih dahulu konselor harus memahami cara pandang konselinya. Hal itu akna terjadi jika konselor secara serius mampu menangkap gagasan dan perasaan konselinya, selanjutnya konselor akan mampu memberikan pemahaman atas semua hal yang dikemukakan konseli.”
Kiat paling efektif untuk bisa mendengarkan empatik adalah “sebelum memberikan tanggapan, terlebih dahulu konselor harus memahami cara pandang konselinya. Hal itu akna terjadi jika konselor secara serius mampu menangkap gagasan dan perasaan konselinya, selanjutnya konselor akan mampu memberikan pemahaman atas semua hal yang dikemukakan konseli.”
Memahami Cara
Pandang Orang Lain
Agar proses komunikasi dalam
konseling bisa efektif, maka konselor perlu memiliki kemampuan untuk memahami
sudut pandang konselinya. Oleh karena itu, ketika sedang berkomunikasi dalam
suatu setting konseling, yang harus diperhatikan konselor adalah sebagai
berikut.
a)
Cara pandang konseli dari
komunikasinya
b)
Pemahaman konseli tentang pesan yang
dibahas dalam konseling
c)
Segala hal yang berhubungan dengan
kebutuhan dan keinginan konseli, dalam setting konseling.
Mengungkapkan Perasaan
Perasaan merupakan reaksi internal
kita terhadap berbagai pengalaman yang kita terima, dan kita memanfaatkannya
melalui bentuk perilaku terbuka untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain.
Reaksi perasaan tersebut seringkali disertai oleh perubahan-perubahan
fisiologis. Tetapi seringkali kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan
maupun mengendalikan perasaan-perasaan kita.
Beberapa hal sehubungan dengan komunikasi yang wajib diperhatikan oleh konselor, termasuk konselor sebaya adalah sebagai berikut.
Beberapa hal sehubungan dengan komunikasi yang wajib diperhatikan oleh konselor, termasuk konselor sebaya adalah sebagai berikut.
Hal-hal yang mendorong terciptanya komunikasi efektif :
1)
Perhatian
2)
Pengertian
3)
Kesediaan menerima
4)
Tindakan
5)
Faktor pribadi
6)
Aspek para-bahasa
7)
Hal-hal yang menghambat komunikasi
8)
Ekspresi wajah yang kurang sesuai
9)
Kontak pandangan yang tidak focus
10) Gestur
11) Postur
12) Mengubah topik pembicaraan dengan tiba-tiba
13) Menghubungkan apa yang dibicarakan oleh komunikator dengan
pengalaman pribadi
14) Hanyut dengan pikiran sendiri
15) Terdapat penilaian terhadap pengirim pesan
16) Menutup diri terhadap info baru
17) Perbedaan persepsi
18) Pengaruh emosi
19) Kesalahan informasi
20) Cara mengembangkan keterampilan komunikasi
21) Sampaikan pesan yang mudah dipahami oleh komunikasn
22) Gunakan contoh khas yang sederhana dan jelas
23) Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
24) Pikirkan pesan sebelum disampaikan
25) Cek pemahaman pesan oleh komunikasn
26) Ketika mendengarkan, fokuslan dan buat kesimpulan
27) Hindari penilaian pesan sebelum diterima secara lengkap
28) Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk menyesuaikan atau menyamakan
pemahaman
29) Cara mengirimkan pesan
30) Bicara dengan jelas
31) Deskripsikan tingkah laku
32) Sampaikan pesan yang mudah dipahami
33) Gunakan contoh yang spesifik
34) Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
35) Pikirkan pesan sebelum dikirimkan
36) Kontak pandangan
37) Isyarat non verbal sesuai pesan
38) Cek pemahaman komunikan
39) Ulangi pesan dengan cara yang lain
40) Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk samakan persepsi
41) Cara menerima pesan
42) Berhenti bicara
43) Pahami pesan, upayakan kejelasan,
44) Kontak pandangan
45) Hindari penilaian pesan sebelum mendengarkan secara lengkap
46) Hindari hal-hal yang mengganggu
47) Etika komunikasi antar pribadi yang dipandang universal
48) Jujur
49) Tidak menuduh
50) Nilai bersama
51) Memberi gambaran tepat
52) Mematuhi etika
53) Selaras
54) Bersikap positif, tidak mengganggu
55) Pembinaan hubungan
6. LATIHAN MEMOTIVASI ORANG LAIN
UNTUK KONSELOR SEBAYA
Terdapat saat-saat di mana seseorang membutuhkan
bantuan, yaitu bila kapasitasnya untuk memenuhi tuntutan hidup terbatas, bila
perkembangan yang diinginkan sulit tercapai, bila sulit mengambil keputusan
penting, atau bila system pendukung alami tidak tersedia dan tidak memadai.
Dalam
konseling, termasuk konseling sebaya, kemampuan memotivasi konseli merupakan
keterampilan yang sangat dibutuhkan. Individu yang mengalami masalah umumnya
merasa tidak berdaya menghadapi kondisinya saat itu. Sehingga, konselor perlu
mengetahui cara-cara memotivasi konseli untuk mencari bantuan, untuk mau
membuka diri, dan untuk berkomitmen menemukan solusi dan melaksanakannya. Keterampilan
memotivasi didasarkan pada tahapan konseling. Terdapat tiga tahapan konseling
sebagai berikut.
1. Awal membuka diri (initial disclosure)
Pada tahap awal ini dibutuhkan keterampilan
memotivasi konseli untuk mau berkomunikasi
dan membuka diri
2. Eksplorasi mendalam (in depth
exploration)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan
memotivasi konseli untuk memahami diri dan situasi yang dialami
3. Komitmen untuk melakukan tindakan
(commitment to action)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan
memotivasi konseli untuk berkomitmen merencanakan dan melaksanakan perubahan
Dalam melaksanakan konseling, ada banyak teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, termasuk konselor sebaya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Dalam melaksanakan konseling, ada banyak teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, termasuk konselor sebaya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Teknik
untuk mengundang komunikasi dan membangun hubungan konseling
1.
Pesan-pesan non verbal
Konselor
hendaknya memunculkan bahasa tubuh yang menunjukkan ketertarikan terhadap apa
yang disampaikan konseli. Pada awal konseling, hendaknya konselor melakukan
keterampilan attending dengan beberapa hal berikut.
2.
Menghadap dan condong ke lawan bicara
dalam postur yang menunjukkan, bila perlu “excited”
3.
Mata terfokus pada wajah lawan bicara
4.
Tangan terbuka, seakan-akan
menyampaikan, “Saya sangat tertarik menerima apa yang ingin kamu katakana
kepada saya”
5.
Mempertahankan ekspresi muka yang
menarik
6.
Melakukan gestur-gestur yang
mendorong konseli untuk berkomunikasi (anggukan kepala, senyum, gerakan tangan,
dsb)
7.
Pesan-pesan verbal
Mendorong
komunikasi biasanya dimulai oleh konselor dengan menawarkan undangan yang tulus
untuk berkomunikasi, seperti di bawah ini.
8.
“Bagaimana saya dapat membantumu?”
9.
“Apa yang ingin kamu diskusikan saat
ini?”
Setelah konseli merespons undangan
untuk berkomunikasi tersebut dan menyampaikan garis besar masalahnya, konselor
perlu mengklarifikasinya lebih jauh. Pernyataan-pernyataan yang dapat digunakan
untuk mengembangkan komunikasi antara lain sebagai berikut.
a.
Ceritakan lebih banyak
mengenai..........
b.
Bantu saya memahami lebih dalam
mengenai..............
c.
Ceritakan apa yang terjadi
ketika..........
d.
Bantu saya memahami pemikiranmu
mengenai...............
e.
Kedengarannya sekan-akan kamu
merasa.................
Secara lebih gamblang, dalam
membentuk hubungan baik dengan konseli selama konseling permulaan, yang harus
dilakukan oleh konselor adalah sebagai berikut.
7. Penyambutan
Untuk melakukan penyambutan pada konseli, konselor bisa melakukannya
secara verbal dan nonverbal.
• Verbal
Misalkan dengan memberi atau menjawab salam,
menyebut nama konseli begitu konseli
masuk, mempersilakan konseli masuk dan memilih tempat duduk jika memungkinkan
(jika ada pilihan tempat duduk. Jika tidak ada pilihan tempat duduk lain, maka
jangan ditawarkan untuk memilih. Konselor harus meminta konseli untuk duduk di
kursi yang membelakangi pintu, sesuai dengan confidentiality limit), menanyakan
kenyamanan duduk konseli, pujian atas kedatangan konseli ke ruangan konseling
untuk menghargai konseli, dan menanyakan kabar (Dengan tujuan hanya sekedar
untuk memecahkan kebekuan atau basa-basi semata)
• Nonverbal
Menghentikan seluruh aktivitas, isyarat
mempersilahkan masuk bagi konseli, membukakan pintu (jika memungkinkan, kecuali
konseli telah membuka pintunya terlebih dahulu), menutup pintu di belakang
konseli (wajib), menjabat tangan (jika konseli bersedia, mengingat latar
belakang budaya konselor dan konseli belum tentu sama), mendampingi konseli
berjalan ke tempat duduk. tersenyum, memilih tempat duduk, jika diperlukan
sekali bisa merangkul pundak, dsb.
8. Inisiasi Pembicaraan
Indikator dari inisiasi pembicaraan adalah konseli lebih terbuka,
bicaranya sudah mulai lancar, dan merasa nyaman berada dalam ruang konseling
termasuk untuk menceritakan masalahnya.
• Sesuatu yang masih baru dan segar diusahakan merupakan hal-hal yang tidak menyinggung konseli, topik umum yang banyak dibicarakan dan masih hangat, hobi, kondisi cuaca, benda di sekitar ruangan, potensi, lingkungan asal konseli. Yang mana tujuan dari topik netral adalah untuk menghindari konseli diam dan konseli menjawab ‘tidak tahu’.
•Kegiatan dalam kaitan dengan kelonggaran kedatangan
Misalnya saja, “Apakah saat ini sedang tidak ada pelajaran?”
9. Transisi Pembicaraan
Merupakan pengalihan
dari topik netral menuju proses konseling yang sebenarnya.
• Alih topic
• Alih topic
Misalnya saja
“Sehubungan dengan kedatanganmu kemari, adakah sesuatu yang penting untuk kita
bicarakan bersama?”
• Informasi harapan keberhasilan
Konselor
memberikan penguatan kepada konseli, bisa dengan menggunakan role limit,
konselor menjelaskan kepada konseli apa yang akan dilakukan konselor dalam
membantu konseli menyelesaikan masalahnya melalui serangkaian proses konseling.
Konselor perlu menekankan di sini, kemungkinan konseling bisa berjalan lancar
dengan beberapa syarat, misalnya konseli mampu diajak bekerjasama, konseli
benar-benar ingin merubah dirinya, dsb.
• Meminta kesediaan konseli untuk direkam
Tujuannya
adalah untuk mempermudah konselor jikia konselor ingin mengkaji ulang masalah
konseli, meskipun tidak menutup kemungkinan ada pula konseli yang tidak
bersedia direkam. Adapun hasil rekaman tidak boleh disalahgunakan oleh konselor
dan dijadikan sebagai data pribadi siswa yang bersangkutan.
• Pengembangan
topic
Misalnya saja “Yang kita bicarakan tadi adalah seputar hobi dan
prestasimu dalam olahraga. Nah, adakah hal lain mengenai dirimu yang hendak
kamu kemukakan?
Konselor perlu pula mengembangkan time limit dalam awal konseling
sehingga bisa disepakati kapan konseling akan berakhir
Yang paling penting, konselor harus
menanamkan sikap acceptance pada konseli, menerima tanpa syarat bagaimanapun
dan apapun keadaan konseli yang akan dibantunya.
Teknik untuk menciptakan kondisi mendukung berlangsungnya proses konseling.
Teknik untuk menciptakan kondisi mendukung berlangsungnya proses konseling.
A.
Empati
Empati didefinisikan sebagai kemampuan konselor untuk memasuki
dunia pengalaman konseli dan untuk mengalami dunia konseli seakan-akan seperti
dunia konselor sendiri, namun dalam catatan tidak terlarut di dalamnya. Konselor
tetap menyadari siapa dirinya dan siapa konseli. Untuk berempati, diperlukan
dua keterampilan yaitu mempersepsi dan komunikasi. Mempersepsi melibatkan
proses yang intens dalam mendengarkan tema, isu, konstruk, personal, dan emosi.
1.
Penghargaan positif tanpa syarat
Penghargaan
positif adalah mempedulikan konseli tidak untuk alasan lain kecuali fakta bahwa
mereka adalah manusia yang berharga. Kepedulian terhadap konseli diekspresikan
dengan :
a.
Antusiasme yang ditunjukkan terhadap
kehaditan konseli
b.
Jumlah waktu dan energy yang dicurahkan
demi kebaikan konseli
Pengalaman dipedulikan dan dihargai, akan
membantu konseli mengembangkan kepedulian pada dirinya sendiri. Pengalaman
tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan energy positif dan mendorong
konseli untuk merespons tuntutan-tuntutan hidup. Jadi, kepedulian konselor
dapat meningkatkan antusiasme konseli untuk bekerja dan bertumbuh.
Ketulusan (Genuiennes)
Dimensi-dimensi ketulusan adalah sebagai
berikut.
Transparansi, yaitu suatu keadaan di mana konselor mengizinkan konseli untuk
mengetahui pikiran-pikiran dan perasaan konselor. Ini akan mengurangi
kekhawatiran konseli bahwa konselor mencoba memanipulasinya untuk berperilaku
dengan cara-cara tertentu.
Kesungguhan (Realnes), yaitu suatu keadaan di mana konselor bersikap konsisten,
sehingga lambat laun akan dipersepsi bahwa konselor memiliki kesungguhan. Jika
konseli mempersepsi demikian, maka hal ini akan membantu konseli untuk merasa
lebih aman dan percaya sehingga memiliki kemauan yang lebih pula untuk lebih
intensif mengeksplorasi diri. Hal ini juga akan mendorong konseli untuk
membuang pertahanan diri dan manipulasi diri.
Kejujuran (Honesty), yaitu suatu keadaan di mana konselor berkomunikasi secara jujur,
memberikan informasi yang membangun untuk konselinya, dan menyampaikan imej
diri yang sesungguhnya terhadap konseli
Otentik (Authenticity), yaitu suatu keadaan di mana konselor harus mengetahui dirinya
sendiri dengan baik. Konselor harus memiliki gambaran yang jelas mengenai
kepribadiannya dan bagaimana karakteristik-karakteristik tersebut diekspresikan
dalam kejadian-kejadian penting dan dalam berhubungan dengan orang lain.
Kekongkritan (Concreteness)
Selama berkomunikasi, konselor mengarahkan pembicaraan pada
hal-hal yang spesifik, bukan hal-hal yang umum atau kabur, seperti
perasaan-perasaan spesifik, pikiran-pikiran spesifik, dan contoh tindakan yang
spesifik. Dengan memahami perasaan atau pikiran yang spesifik, semakin besar
kemungkinan untuk memahami diri dan mengembangkan perasaan yang lebih positif.
Teknik
memotivasi konseli untuk merencanakan dan melaksanakan perubahan
Karena banyak konseli merasa sulit
mengubah perilakunya dengan cara-cara lain yang akan memperbaiki kehidupannya,
maka konselor perlu memberikan dukungan kepada konseli untuk memutuskan untuk
bertindak. Dukungan terhadap rencana tindakan konseli dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
·
Mendiskusikan keuntungan-keuntungan
yang dapat diperoleh konseli bila melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai
hasil yang diinginkan konseli (konseli dapat mengembangkan perasaan memiliki
control terhadap hidupnya, konseli dapat menghindari gangguan-gangguan yang
tidak diinginkan)
·
Mengirangu ketakutan konseli untuk
bertindak dengan cara mengulas kemungkinan-kemungkinan negative dan membantu
konseli melihat bahwa kemungkinan-kemungkinan negative tersebut tidak begitu
sulit diatasi
·
Konselor dapat meminta konseli untuk
membayangkan dirinya melakukan sesuatu perilaku baru dan mendeskripsikan
situasinya. Dengan cara ini, baik konseli maupun konselor dapat memperoleh
pemahaman mengenai kebutuhan-kebutuhan, aspirasi, dan ketakutan terhadap
situasi tertentu. Konseli dapat melakukan role playing untuk berlatih menghadapi
situasi tersebut.
LATIHAN DAN APLIKASI TEKNIK KONSELING TRAIT AND FACTOR UNTUK KONSELOR SEBAYA
Secara singkat ancangan konseling Trait and Factor adalah sebagai
berikut :
1.
Hakekat Manusia
Menurut Williamson (Fauzan, 1994) pada hakekatnya manusia :
Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Menurut
Williamson kedua potensi baik dan buruk itu ada pada setiap manusia. Kedua
sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang
tergantung pada interaksinya dengan orang lain atau lingkungannya.
Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal
ditengah- tengah masyarakat. Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan
potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya
dengan orang alin, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan orang
lain.
Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good life). Memperoleh
kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup
yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan- pilihan. Dalam keluarga, individu
berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya.
Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (the
universe). Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia
terhadapnya sering terjadi salah satu dari : manusia menyendiri dalam
ketidakramahan alam semesta, alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau
menggantungkan bagi manusia dan perkembangannya.
2.
Hakekat Konseling
a)
Suatu proses yang bersifat pribadi
dan individual yang dirancang untuk membantu mempelajari bahan yang diajarkan
di sekolah. Mengembangkan sifat- sifat kewarganegaraannya, nilai- niali sosial,
pribadi dan kebiasaan diri yang baik, keterampilan, sikap dan keyakinan.
Keyakinan-keyakinan yang diperlukan untuk menyakinkan yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri secara normal.
b)
.Suatu bantuan yang bersifat
individual, personal yang diliputi oleh suasana permisif dalam mengembangkan
keterampilan dan mencapai “self understanding” dan “self direction” yang secara
sosial dibenarkan.
c)
Suatu jenis khusus dari hubungan
kemanusiaan yang relatif singkat antara konselor dan konseli dalam usaha
mengarahkan dan membina perkembangan lebih lanjut.
d)
Suatu cara untuk memfasilitasi individu untuk
mendapatkan identitasnya, mempermudah keinginannya memahami diri sendiri dan
dalam mewujudkan aspirasinya.
Dari butir (1) sampai dengan (4)
terlihat perkembangan definisi dari tahun ke tahun sampai ada definisi terakhir
yang dihimpun oleh Peterson (1980) yaitu konseling adalah suatu jenis hubungan
kemanusiaan yang dengannya manusia itu akan dapat belajar mengamati dirinya
sebagaimana adanya dan menerima dirinya dengan segala potensi dan kecakapan
yang positif.
2. Tujuan Konseling
Secara ringkas
tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor ini yaitu:
1) Self- clarification (kejelasan diri)
1) Self- clarification (kejelasan diri)
2) Self-
understanding (pemahaman diri)
3) Self-
acceptance (penerimaan diri)
4) Self-
direction (pengarahan diri)
5) Self- actualization
(perwujudan diri)
3. Tahap- tahap Konseling
1)
Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri konseli beserta lingkungannya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman tentang diri konseli dalam hubungannya dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri konseli beserta lingkungannya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman tentang diri konseli dalam hubungannya dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
2)
Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolong- golongkan dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri konseli.
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolong- golongkan dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri konseli.
3)
Diagnosis
Merupakan tahap untuk menetapkan hakekat masalah yang dihadapi oleh konseli, menetapkan sebab- sebab dan pemikiran kemungkinan yang akan dialami konseli berkaitan dengan masalah yang dihadapinya saat yang akan datang. Tahap diagnosis terdiri dari 2 langkah sebagai berikut:
Merupakan tahap untuk menetapkan hakekat masalah yang dihadapi oleh konseli, menetapkan sebab- sebab dan pemikiran kemungkinan yang akan dialami konseli berkaitan dengan masalah yang dihadapinya saat yang akan datang. Tahap diagnosis terdiri dari 2 langkah sebagai berikut:
4)
Identifikasi masalah, merupakan suatu
langkah untuk mengklasifikasikan masalah lebih rinci atau menentukan masalah.
5)
Penemuan sebab- sebab masalah
(etiologi), merupakan tahap mencari faktor- faktor penyebab masalah yang
dihadapi konseli
6)
Prognosis
Prognosis merupakan upaya memprediksikan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada saat ini.
Prognosis merupakan upaya memprediksikan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada saat ini.
7)
Treatment
Treatment merupakan suatu proses pemberian bantuan oleh konselor pada konseli melalui tatap muka dengan tujuan agar konseli dapat mencapai penyesuaian yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu treatment juga berfungsi untuk mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan permasalahan konseli
Treatment merupakan suatu proses pemberian bantuan oleh konselor pada konseli melalui tatap muka dengan tujuan agar konseli dapat mencapai penyesuaian yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu treatment juga berfungsi untuk mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan permasalahan konseli
8)
Evaluasi dan Follow- Up
Evaluasi dan follow up merupakan tahap konseling untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian konseling kepada konseli serta menentukan kegiatan lanjutan berdasarkan hasil penilaian tersebut.
Evaluasi dan follow up merupakan tahap konseling untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian konseling kepada konseli serta menentukan kegiatan lanjutan berdasarkan hasil penilaian tersebut.
9)
Teknik- teknik konseling
10)
Penciptaan hubungan baru
(establishing rapport) ada beberapa hal yang terpenting dalam penciptaan
hubungan baik : reputasi konselor (nama baik konselor), penghargaan dan
perhatian konselor pada individu, kemampuan praktikan dalam menyimpan rahasia
(konfidensialitas).
11)
Mempertajam pemahaman diri (cultivating
self- understanding)
12)
Pemberian nasehat atau membantu
merencanakan program tindakan (advising or planning of action), ada tiga cara
dalam memberikan nasehat, yaitu : direct advise (nasehat langsung), persuasive,
explanatory (penjelasan).
13)
Melaksanakan rencana tindakan
(carrying out the plan)
14)
Merujuk konseli pada ahli lain
(referral to other personal workers)
15)
Strategi implementasi
Williamson
mengemukakan lima macam strategi (teknik umum) yaitu:
16)
Forcing Conformity (memaksa
penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah.
17)
Changing the Environment (mengubah
lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan konseli memiliki kekuatan atau
kemampuan melakukannya.
18)
Selecting the Approprate Environment
(memilih lingkunga yang cocok)
19)
Learning Needed Skills (belajar
keterampilan- keterampilan yang diperlukan)
20)
Changing Attitude (mengubah sikap),
sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu dan arahnya
juga pada siapa dan pada apa.
Pelayanan
dasar
1.
Bimbingan Kelas
Program yang
dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta
didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan
kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi
kelas atau brain storming (curah pendapat).
2.
Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini
merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah, untuk
mempernudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut.
Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru.
Materi pelayanan orientasi di Sekolah biasanya mencakup organisasi Sekolah,
staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program
ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah.
3.
Pelayanan Informasi
Yaitu pemberian
informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik.
melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun
elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
4.
Bimbingan Kelompok
Konselor
memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok
kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan
minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini,
adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti :
cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola
stress.
5.
Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi
Instrumentasi)
Merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik,
dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan
berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
Pelayanan
responsif
· Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian pelayanan
konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan,
mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui
konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual
maupun kelompok.
· Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
Apabila konselor merasa
kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia
mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang
sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi,
tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
· Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi
dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta
didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu
memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan
yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya:
1.
Menciptakan iklim sosio-emosional
kelas yang kondusif bagi belajar peserta didik
2. Memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam
3. Menandai peserta didik yang diduga bermasalah
4. Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui
program remedial teaching
5. Mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
6. Memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran
dengan bidang kerja yang diminati peserta didik
7. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional,
sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan “figur
central” bagi peserta didik)
8. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran
yang diberikannya secara efektif.
9. Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti:
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti:
· Kepala Sekolah atau komite Sekolah mengundang para orang tua untuk
datang ke Sekolah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannnya dapat
bersamaan dengan pembagian rapor
·
Sekolah memberikan informasi kepada
orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik
·
Orang tua diminta untuk melaporkan
keadaan anaknya di rumah ke Sekolah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan
perilaku sehari-harinya.
·
Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait
di luar Sekolah Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah untuk menjalin kerjasama
dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu
pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak :
a. Instansi pemerintah
b. Instansi swasta
c. Organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia)
d. Para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog,
psikiater, dan dokter
e. MGP (Musyawarah Guru Pembimbing)
Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
10. Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan Sekolah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan Sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan Sekolah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan Sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
11. Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
12. Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan
untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri
oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini
bersifat terbatas dan tertutup.
13. Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan
untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang
sedang ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke
rumahnya.
Perencanaan
individual
Konselor membantu peserta didik
menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi
yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan penilaian
diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan
dirinya secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini
dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran),
untuk membentu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan
minatnya.
Konseling menggunakan informasi
tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk :
1.
Merumuskan tujuan, dan merencanakan
kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau
kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya
2.
Melakukan kegiatan yang sesuai dengan
tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan
3.
Mengevaluasi kegiatan yang telah
dilakukannya.
Dukungan
sistem
Pengembangan
Professi Konselor secara terus menerus berusaha untuk “meng-update” pengetahuan
dan keterampilannya melalui :
1.
In-service training
2.
Aktif dalam organisasi profesi
3.
Aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah,
seperti seminar dan workshop (lokakarya)
4.
Melanjutkan studi ke program yang
lebih tinggi.
Manajemen Program : Program pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu bimbingan dan
konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program Sekolah
dengan dukungan wajar baik dalam aspek ketersediaan sumber daya manu sia
(konselor), sarana, dan pembiayaan.
ASAS-ASAS
DAN ETIKA DALAM PELAYANAN KONSELING SEBAYA
Sebaya
artinya kemiripan/tidak berbeda jauh dalam usia. Dalam seminar
saat ini diutarakan konseling
sebaya bagi para remaja
mengingat siswa SMA/sederajatnya dan
Mahasiswa terdapat dalam rentangan usia 15 – 24 tahun. Kesebayaan
menimbulkan keeratan, keterbukaan dan
perasaan senasib muncul. Di
kalangan remaja kondisi ini dapat
menjadi peluang bagi upaya
memfasilitasi. perkembangan
remaja, di sisi
lain karakteristik
psikologis remaja, misalnya bersifat
emosional, labil juga merupakan
tantangan bagi keefektifan layanan
konseling sebaya bagi mereka.
Pentingnya teman sebaya bagi
remaja tampak dalam komformitas
remaja terhadap kelompok sebayanya.
Konselor sebaya
bukanlah konselor
profesional, atau ahli terapi. Mereka
adalah para remaja/pemuda (siswa/mahasiswa) yang memberikan
bantuan kepada siswa atau
mahasiswa lain di bawah bimbingan
konselor ahli. Dalam konseling sebaya,
peran dan kehadiran konselor
ahli tetap diperlukan. Dalam model konseling ini terdapat hubungan
triadik antara konselor ahli, konselor
sebaya, dan klien sebaya (Suwarjo, April 2008).
Saat seorang
remaja mendapatkan masalah, mereka
lebih banyak sharing atau
curhat kepada teman sebayanya daripada
kepada guru (termasuk konselor
sekolah) dan orang tuanya.
Hal ini disebabkan para remaja
tahu persislika-liku masalah itu
dan lebih spontan dalam mengadakan
kontak. Konselor sebaya yang
terlatih memungkinkan terjadinya
sejumlah kontak yang spontan
dan informal. Kontak-kontak yang
demikian memiliki
multiplying impact pada
berbagai aspek dari remaja lain, bahkan dapat menjadi jembatan
penghubung antara konselor profesional
dengan para siswa (remaja)
yang tidak sempat berjumpa
dengan konselor.
Sesuai dengan
kemampuannya, konselor sebaya diharapkan mampu menjadi sahabat
yang baik. Ia minimal
menjadi pendengar aktif bagi
teman sebayanya yang membutuhkan perhatian. Selain itu ia
juga mampu menangkap ungkapan, pikiran
dan emosi di balik
ekspresi verbal maupun
non verbal, berempatik tulus,
dan bila memungkinkan mampu memecahkan masalah
sederhana tersebut.
Permasalahan yang
sering dihadapi para remaja adalah masalah seks dan
pacaran. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan
konseling sebaya, yang
tentunya keterampilan
konselor sebaya yang diperlukan relatif
sangat sederhana apabila dibandingkan
dengan keterampilan konselor profesional.
1.
ASAS-ASAS KONSELING
Dalam penyelenggaraan pelayanan peer konseling perlu
menerapkan kaidah-kaidah dasar atau yang biasa disebut sebagai asas-asas
konseling. Asas-asas
bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan dalam
penyelenggaran pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselengara
dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian
tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau
dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan
dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang
yang terlibat di dalam pelayanan.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan,
kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan,
keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani
(Prayitno, 1987).
2.
ASAS KERAHASIAAN
Segala
sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada
orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak
layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam
usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka
penyelengara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak,
terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa
bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak
dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien,
sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak mendapat tempat di hati klien dan
para calon klien; mereka takut untuk meminta bantuan, sebab khawatir masalah
dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi,
maka tamatlah riwayat pelayanan konseling di tangan konselor yang tidak dapat
dipercaya oleh klien itu.
3.
Asas Kesukarelaan
Proses
bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari
pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan
secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan
masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan
seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan konselor juga
hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain
konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
4.
Asas Keterbukaan
Dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik
keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan
hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih adri itu,
diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk
kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan
dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri
sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan
dan kelemahan si terbimbing dapat dilaksanakan.
Keterusterangan
dan kejujuran klien akan terjadi jika si terbimbing tidak lagi mempersoalkan
asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, si terbimbing telah betul-betul
mempercayai konselornya dan benar-benar mengahrapkan bantuan dari konselornya.
Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa
konselornya pun terbuka.
Keterbukaan
di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau
membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh
orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau
menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor,
keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan
klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki
oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana terbuka seperti itu, masing-masing
pihak bersifat transparan (tembus pandang) terhadap pihak lain.
5.
Asas Kekinian
Masalah
individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan
sekarang, nukan masalah yang lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan
dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut
masa lampau dan/atau masa yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya
bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut
hanyalajmerupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang
dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan.
Asas
kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda
pemberian bantuan. Jika dimintai bantuan oleh klien atau jelas-jelas menampak
misalnya adanya siswa yang mengalami masalah maka konselor hendaklah segera
memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan
dengan berbagai dalih.
6.
Asas Kemandirian
Pelayanan
bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri
sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor.
Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan
ciri-ciri pokok : (a) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya;
(b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis; (c)
mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri; (d) mengarahkan diri sesuai
dengan keputusan itu; (e) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi,
minat dan kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian
dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan
dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil
konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu disadari
baik oleh konselor maupun klien.
7.
Asas Kegiatan
Usaha
bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien
tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling.
Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya,
melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah
membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan
yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam
konseling.
Asas ini
merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan
transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi
verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien aktif menjalani
proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.
8.
Asas Kedinamisan
Usaha
pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri
klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini
tidak sekedar mengulang-ulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan
perubahan yang selalu menuju ke suatu
pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan
klien yang dikehendaki.
9.
Asas Keterpaduan
Pelayanan
bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien.
Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau
keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah.
Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi
dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu
tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk
terselengarakannya asa keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas
tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai
sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu
dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan
konseling.
10.
Asas Kenormatifan
Usaha
bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma
ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini ditetapkan terhadap
isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan
harus sesuai dengan norma-norma yang adad. Demikian pula prosedur, teknik, dan
peralatan yang dipakai tidak boleh menyimpang dari norma-norma yang dimaksud.
Ditilik
dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan
konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah
melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan
konseling tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih
bersesuaian dengan norma.
11.
Asas Keahlian
Usaha
bimbingan dan konseling perlu dikakukan secara teratur dan sistematik dengan
menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling)
yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya,
sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan.
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
itu.
Asas
keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan
sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan
praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang
konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara
baik.
12.
Asas Alih Tangan
Dalam
pemberian layanan bimbingan dan konseling, jika konselor sudah mengarahkan
segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan
belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim
individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping itu
asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya
menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang
bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang itu. Hal
terakhir yang secara langsung mengacu kepada batasan yang telah diuraikan bab
II, yaitu bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada
individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani dan rohani)
dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dr masalah-masalah kriminal
ataupun perdata.
13.
Asas Tut Wuri Handayani
Asas
inimenunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan
keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas
ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso
sung tulodo, ing madya magun karso”.
Asas ini
menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada
waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar
hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya
manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
KARAKTERISTIAK PRIBADI KONSELOR
1.
Memiliki
identitas : memahami diri sendiri, tujuan dari yang akan mereka lakukan
2.
Menghargai
dan menaruh hormat terhadap diri sendiri.
3.
Mampu
mengenal dan menerima kekuatan diri sendiri
4.
Terbuka
terhadapa perubahan
5.
Memperluas
kesadaran akan diri sendiri dan orang lain.
6.
Bersedia
dan mampu menerima adanya ambiguitas
7.
Dapat
mengalami dan mengetahui dunia orang lain, namun rasa empati yang ada bukanlah
untuk diwarnai dengan keinginan untuk memiliki
8.
Bergairah
hidup dan pilihannya berorentasi pada kehidupan
9.
Orang-orang
otentik, bersungguh-sungguh dan jujur
10.
Memiliki
rasa humor
11.
Bisa
membuat kesalahan dan mau mengakuinya
12.
Biasanya
hidup dimasa kini
13.
Menghargai
adanya pengaruh budaya
14.
Mampu
menggali kembali sosok pribadi mereka sendiri
15.
Mampu
membuat pilihan-pilihan yang bisa membentuk hidup
16.
Menaruh
kesejahteraan serius kepada orang lain
17.
Menjadi
terlibat secara penuh dalam karya mereka dan menyerap makna darinya
18.
Beberapa
hal penting dalam konseling teman sebaya :
Hubungan Konseling Sebaya
:
1.
Hubungan
saling percaya
2.
Komunikasi
yang terbuka
3.
Pemberdayaan klien
agar mampu mengambil keputusannya sendiri.
Persyaratan Konselor Sebaya :
1.
Berpengalaman
sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak)
2.
Memiliki minat,
kemauan, dan perhatian untuk
membantu klien..
3.
Terbuka untuk
pendapat orang lain.
4.
Menghargai dan
menghormati klien.
5.
Peka terhadap
perasaan orang dan mampu
berempati.
6.
Dapat dipercaya
dan mampu memegang rahasia.
7.
Pendidikan minimal
setingkat SLTA (lebih diutamakan).
Keterampilan Konselor Sebaya
:
1.
Membina suasana
yang aman, nyaman, dan menimbulkan rasa
percaya klien terhadap konselor.
2.
Melakukan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal
balik yang bercirikan :
1.
komunikasi
dua arah
2.
Perhatian pada
aspek verbal dan non verbal
3.
Penggunaan pertanyaan untuk menggali
informasi, perasaan dan pikiran
4.
Kemampuan
melakukan 3 M (Mendengar yang aktif, memahami secara
positif, dan merespon secara
tepat), seperti :
1.
Jaga kontak
mata dengan lawan bicara/klien (sesuaikan dengan budaya setempat) tunjukkan minat mendengar.
2.
Jangan memotong pembicaraan klien,
atau melakukan kegiatan lain.
3.
Ajukan pertanyaan
yang relevan.
4.
Tunjukkan
empati.
5.
Lakukan refleksi
dengan cara mengulang kata-kata klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
6.
Mendorong klien
untuk terus bicara dengan memberikan dorongan minimal, seperti ungkapan menyetujui,
dan anggukan kepala, acungan jempol, dan lain-lain.
Tempat Konseling :
Sebenarnya konseling
dapat dilakukan di mana
saja, asalkan syarat-syarat berikut
terpenuhi, antara lain :
1.
Terjamin
privacy
2.
Nyaman
dan tenang
3.
Tidak
bising
Kiat-kiat
khusus melaksanakan
konseling sebaya (pada
remaja) khususnya :
1.
Terbuka, membiarkannya
untuk bertanya seluas-luasnya
termasuk hal yang tabu
2.
Fleksibel, memberikan
jawaban yang sederhana dengan kata-kata yang mudah dimengerti.
3.
Dapat dipercaya,
jujur, dan apabila tidak
mengerti jawaban dari pertanyaan
klien, katakan bahwa lain waktu
akan berusaha menjawab karena sekarang belum mengerti.
4.
Menjaga
kerahasiaan klien.
5.
Tunjukkan sikap
tenang, jangan mudah panik
dan terlalu heran pada hal baru.
6.
Menghargai klien
dan jangan menadang rendah
dirinya.
7.
Memahami, dan
tidak memberikan penilaian, apalagi penilaian megatif tentang klien.
8.
Bersabar, biarkan
klien yang mengambil keputusannya sendiri.
Persiapan konselor
sebelum pertemuan konseling :
1.
Menyiapkan mental
dan psikologis, artinya konselor sedang tidak terbawa oleh emosi atau
masalahnya sendiri.
2.
Mengatur dan
menata tempat konseling sesuai
persyaratan.
3.
Menyiapkan alat,
atau hal-hal yang mempermudah
bantuan konseling.
Langkah-langkah /tahapan konseling :
1.
Mengucapkan
salam.
2.
Mempersilakan
klien duduk.
3.
Menciptakan situasi
yang membuat klien merasa nyaman.
4.
Mengajukan pertanyaan
tentang maksud dan tujuan kedatangannya.
5.
Berikan informasi
yang sangat dibutuhkan klien,
termasuk berbagai alternatif jalan keluar.
6.
Mendorong
dan membantu klien untuk menentukan jalan
keluar atas persoalan yang dihadapi.
7.
Sampaikan tawaran
untuk konseling berikutnya apabila masih
perlu pembicaraan
selanjutnya, dan ucapkan
salam penutup dan terima kasih.
Situasi sulit
yang perlu dikenal oleh konselor :
1.
Bila
klien pasif dan diam.
2.
Klien
menangis.
3.
Klien menanyakan
hal yang bersifat pribadi kepada
konselor.
4.
Klien minta
konselor untuk mengambil
keputusan.
5.
Konselor tidak
dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan klien.
6.
Konselor tidak
menemukan solusi masalah.
7.
Konselor dan
klien saling mengenal.
Implikasi pelaksanaan
konseling sebaya
1.
Konselor sebaya
bukan merupakan konselor profesional, namun keberadaannya
sangat membantu bagi terciptanya suatu hubungan konseling
yang profesional. Mereka menjadi penghubung yang
baik antara konselor profesional
dan klien.
2.
Konselor sebaya
memahami batas-batas
kemampuan dalam menjalankan konseling
dan bersikap jujur atas keberadaannya apabila
tidak mampu menyelesaikan masalah klien.
3.
Konselor sebaya
senantiasa menciptakan hubungan
konseling secara terbuka, saling percaya,
dan menjaga kerahasiaan, dan
menyerahkan putusan akhir kepada klien.
PEMBIMBING SEBAYA
1.
Mengapa
Harus Pembimbing Sebaya?
Seorang
remaja dalam kelompok sebayanya memiliki pengaruh yang besar dalam bagaimana ia
berperilaku, baik perilaku yang positif maupun perilaku yang negatif.
Kepercayaan pada Pembimbing Sebaya di mata kelompoknya benar-benar merupakan
dasar yang penting dalam menciptakan Pembimbing Sebaya tersebut.
Dalam berkomunikasi dengan sebayanya Pembimbing Sebaya biasanya menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi akan lebih mudah dipahami.
Pembimbing Sebaya juga merupakan suatu cara untuk memberdayakan remaja, dalam hal ini menawarkan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi mereka serta mengakses pelayanan yang mnereka butuhkan.
Pembimbing Sebaya juga muncul dari keyakinan bahwa remaja memiliki hak untuk berpartisipasi dalam mengembangkan program yang melayani mereka dan hak bersuara dalam bentuk kebijakan yang akan berdampak pada mereka. Oleh karena itu dengan menciptakan kemitraan yang efektif antara Guru Bimbingan dan Konseling dengan Pembimbing Sebaya merupakan sesuatu yang kritis bagi kesuksesan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
Dalam berkomunikasi dengan sebayanya Pembimbing Sebaya biasanya menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi akan lebih mudah dipahami.
Pembimbing Sebaya juga merupakan suatu cara untuk memberdayakan remaja, dalam hal ini menawarkan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi mereka serta mengakses pelayanan yang mnereka butuhkan.
Pembimbing Sebaya juga muncul dari keyakinan bahwa remaja memiliki hak untuk berpartisipasi dalam mengembangkan program yang melayani mereka dan hak bersuara dalam bentuk kebijakan yang akan berdampak pada mereka. Oleh karena itu dengan menciptakan kemitraan yang efektif antara Guru Bimbingan dan Konseling dengan Pembimbing Sebaya merupakan sesuatu yang kritis bagi kesuksesan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
2.
Peran
dan Fungsi Pembimbing Sebaya
Pembimbing
Sebaya diharapkan mampu berperan menjadi fasilitator, motivator, dan educator
untuk sebayanya, oleh karena itu Pembimbing Sebaya diharapkan dapat :
1.
Menjadi
model positif yang dapat dicontoh oleh teman sebayanya.
2.
Menjadi
pemimpin bagi teman sebayanya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang
positif di lingkungannya.
3.
Dapat
menjadi sumber informasi bagi teman sebayanya akan program yang ada.
4.
Selain
menjadi teman, seorang Pembimbing Sebaya juga dapat menjadi tempat curhat
(dalam batas kemampuannya) bagi teman sebayanya dan memberi solusi yang sesuai
dengan kebutuhan remaja yang bermasalah.
5.
Pembimbing
Sebaya dapat menjadi teman/mitra dalam berkarya di lingkungannya.
6.
Pembimbing
Sebaya mampu melakukan penjangkauan atau pendekatan pada teman-teman yang
bermasalah dan memberikan informasi agar terhindar dan keluar dari permasalahan
yang dihadapinya.
7.
Secara
tidak langsung Pembimbing Sebaya dapat menjagi pelaku kontrol terhadap perilaku
dirinya dan teman sebayanya.
Untuk dapat memenuhi peranannya sebagai Pembimbing Sebaya mereka harus memenuhi beberapa kriteria seperti :
Untuk dapat memenuhi peranannya sebagai Pembimbing Sebaya mereka harus memenuhi beberapa kriteria seperti :
a.
Aktif
dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya.
b.
Berminat
secara pribadi terhadap program Bimbingan dan Konseling
c.
Lancar
berkomunikasi
d.
Memiliki
ciri-ciri kepribadian yang terpuji seperti: ramah, luwes dalam pergaulan,
berinisiatif, kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau
belajar dan suka menolong.
e.
Cara
Menjadi Pembimbing Sebaya
Ketika
remaja atau siswa akan menjasi Pembimbing Sebaya maka remaja tersebut harus
mengikuti serangkaian pembekalan dan pelatihan agar mampu menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik dan tidak menjerumuskan teman sebayanya dalam poses
pembimbingan.
Serangkaian proses menjadi seorang Pembimbing
Sebaya adalah :
1.
Mengikuti
pelatihan Pembimbing Sebaya secara penuh yang diselenggarakan oleh lembaga
(Guru BK).
2.
Mengerjakan
tugas-tugas dan melaksanakan rencana yang telah disusun.
3.
Memberikan
laporan kemajuan diri sebagai Pembimbing Sebaya dalam upaya melakukan evaluasi
diri dan pengembangan diri.
4.
Terus
memperkaya diri dengan informasi terkini.
5.
Memberikan
masukan kepada lembaga untuk mengembangkan program.
6.
Mendidik
teman sebayanya agar dapat termotivasi.
7.
Dapat
meningkatkan kapasitas diri.
8.
Bidang
Bimbingan
Bidang-bidang bimbingan
di sekolah adalah :
a.
Bimbingan
Pribadi
b.
Pemantapan
sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c.
Pemantapan
pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang
kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya
di masa depan.
d.
Pemantapan
pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya
melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan produktif.
e.
Pemantapan
pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
f.
Pemantapan
kemampuan mengambil keputusan dan mengarahkan diri secara mandiri sesuai dengan
system etika, nilai kehidupan dan moral, serta apresiasi seni.
g.
Pemantapan
dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat secara rohaniah maupun
jasmaniah, termasuk perencanaan berkeluarga.
h.
Bimbingan
Sosial
i.
Pemantapan
kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif, efisien dan
produktif.
j.
Pemantapan
kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara
dinamis dan kreatif.
k.
Pemantapan
kemampuan bertingkah laku dan berhubungan social, baik di rumah, di sekolah, di
tempat kerja maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata karma,
sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat istiadat, hokum, ilmu dan kebiasaan
yang berlaku.
l.
Pemantapan
hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di
sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada
umumnya.
m. Pemantapan
pemahaman tentang peraturan, kondisi rumah, sekolah, dan lingkungan, serta
upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
n.
Orientasi
tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
o.
Bimbingan
Belajar
p.
Pemantapan
sikap kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif dan efisien serta
produktif, dengan sumber belajar yang bervariasi dan kaya
q.
Pemantapan
disiplin belajar dab berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok
r.
Pemantapan
penguasaan materi program belajar keilmuanm teknologi dan seni di Sekolah
Menengah Atas dan sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan yang lebih
tinggi
s.
Pemantapan
pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, social dan budaya di lingkungan
sekolah, dan atau alam sekitar, serta masyarakat untuk pengembangan diri
t.
Orientasi
belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi
0 komentar:
Posting Komentar