Pages

Minggu, 22 Juni 2014

INSTRUMEN KONSELING



LATAR BELAKANG DAN HAKEKAT PENTINGNYA KONSELOR SEBAYA
            Peran keluarga besar yang semakin menurun terhadap kemandirian keluarga menyebabkan disparitas peran orangtua dan siswa. Kesenjangan hubungan tersebut menyebabkan siswa yang berada pada tahap perkembangan remaja akhir atau dewasa awal lambat dalam menemukan identitas diri akibat tuntutan kedewasaan yang semakin tinggi.
Siswa yang berada dalam masa transisi antara remaja akhir dan dewasa awal membutuhkan bantuan psikologis bagi individu-individu yang berkepribadian normal agar dapat berkembang secara optimal.
            Siswa yang kebanyakan sudah menganggap dirinya sebagai pribadi yang dewasa pun, tidak jarang menghadapi permasalahan-permasalahan hidup. Hal ini disebabkan karena pada hakekatnya, manusia hidup selalu dihadapkan pada masalah-masalah tertentu, baik itu termasuk ke dalam kategori ringan, sedang, ataupun berat.
            Dalam perkembangannya, tak selamanya masalah-masalah yang datang tersebut selalu bisa diselesaikan sendirian oleh siswa yang bersangkutan. Adakalanya terdapat masalah-masalah tertentu yang tidak bisa dipecahkan sendirian, melainkan membutuhkan bantuan dari orang lain untuk membantu memecahkannya.
            Kelompok sebaya, bagi siswa sebagai individu, penting sekali untuk membantu siswa dalam belajar menemukan identitas diri termasuk di dalamnya pemecahan masalah. Kelompok sebaya, akan membantu siswa sebagai individu untuk menjadi intermediasi agar tujuan siswa yang bersangkutan dapat tercapai, sehingga terjadilah suatu alur kehidupan yang positif.
            Merujuk pada hal tersebut di atas, maka kedudukan konselor sebaya diharapkan mampu mengurangi tingkat stress siswa baik karena tuntutan akademik maupun non akademik, sehingga siswa dapat menyesuaikan diri dan memecahkan permasalahan hidupnya secara mandiri pada akhirnya.
            Konselor sebaya merupakan model konseling yang mengadaptasi model pembelajaran “Tutor Sebaya”. Konselor sebaya adalah model konseling melalui optimalisasi potensi siswa yang memiliki kemampuan konseling. Dalam model ini, siswa yang memiliki kemampuan konseling dijadikan sumber belajar (konselor) bagi siswa lain yang memiliki permasalahan-permasalahan tertentu.
            Model konselor sebaya memanfaatkan peran siswa untuk menjadi mitra belajar menyelesaikan masalah bagi rekan-rekan sesama siswa, atau pihak lain yang hampir sama secara psikologis (sebaya).
            Model ini diilhami oleh model pembelajaran co-operative learning dan collaborative learning. Melalui model konselor sebaya jarak antara siswa yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan konseling (konselor), dengan masiswa yang memiliki masalah dapat didekatkan. Sehingga hambatan psikologis sosiologis yang menyebabkan masiswa tertekan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.
            Siswa yang memiliki masalah akan lebih mudah berdiskusi dan bertanya kepada teman yang berkemampuan lebih (konselor). Model ini juga dapat menghindari kefrustrasian siswa yang menyukai tantangan (bagi siswa yang akan berperan sebagai konselor), karena siswa tersebut mendapat tantangan yang lebih banyak untuk membantu teman lainnya yang kurang mampu memecahkan masalahnya sendirian. Dia merasa mendapatkan kepercayaan dan perhatian sehingga merasa lebih diberdayakan. Perasaan semacam ini diharapkan dapat memacu dan menumbuhkan semangat untuk berprestasi yang lebih baik, sehingga muncul konselor-konselor sebaya yang berkompeten.
            Namun demikian, dalam praktiknya tentu saja siswa yang mendapatkan label sebagai konselor sebaya, haruslah mengetahui terlebih dahulu hal-hal pokok yang perlu dilakukan dalam konseling. Mengingat, bahwa apa yang terjadi dalam konseling tidak semuanya sama seperti hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan berbagi cerita atau curhat dalam kehidupan sehari-hari.
2.     TUJUAN PELAKSANAAN KONSELING SEBAYA
Bukan hanya psikolog atau konselor profesional yang berlatar pendidikan konseling yang bisa menjadi konselor. Siswa dengan segala kemampuannya bisa diberdayakan untuk menjadi tenaga konselor semi profesional. Konselor semi profesional yang dimaksudkan adalah konselor sebaya, yang mana siswa dengan keterampilan konseling, mampu memberikan bantuan untuk para siswa yang lain dalam upaya penyelesaian masalah.
Tujuan konseling sebaya adalah sebagai berikut.
1.      Siswa dengan ketrampilan konseling, akan berusaha untuk membantu siswa yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya,
2.      Siswa dengan keterampilan konseling, akan berusaha membantu siswa yang lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi yang sehat dan efektif,
3.      Siswa dengan keterampilan konseling, akan berusaha membantu siswa yang lain supaya mampu melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidupnya, serta
4.      Siswa dengan keterampilan konseling, akan berusaha membantu siswa yang lain supaya mampu mengambil keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Konseling sebaya akan memudahkan siswa untuk mengoptimalisasikan kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi yang akan dibantunya.
3.     PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN SISWA
Salah satu modal utama untuk menjadi tenaga konselor semi profesional, yaitu sebagai konselor sebaya, siswa harus terlebih dahulu memahami perkembangan dan permasalahan siswa. Dengan memahami dua hal tersebut, maka secara tidak langsung, siswa sebagai konselor sebaya bisa mengetahui latar belakang munculnya permasalahan siswa, jika kelak sudah terjun menjadi konselor sebaya.
Siswa dalam perspektif psikologis, dikelompokkan ke dalam masa perkembangan dewasa awal. Hal ini disebabkan karena secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa jika berada dalam rentangan usia ntara 18 sampai 40 tahun. Sementara itu di sisi lain, siswa biasanya berada dalam rentangan usia antara 17 sampai 25 tahun. Dengan demikian, dalam usia semacam ini, siswa dikelompokkan ke dalam usia dewasa awal. Artinya, dalam masa perkembangan ini, siswa dituntut untuk belajar berperan dan bertanggungjawab sebagai seseorang yang dewasa baik secara pribadi maupun sosial, akademis, karier, politis, maupun spiritual.
Siswa sebagai kaum yang berada pada masa dewasa awal, seringkali mendapatkan beban di pundaknya yang lebih penting dan lebih berat dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Ketika seseorang berada pada masa SMA dan sederajat, kemungkinan besar kesalahan-kesalahan yang dilakukan masih banyak dimaklumi oleh masyarakat. Sebaliknya, siswa yang sudah beranjak dewasa, mulai dikurangi toleransi dalam melakukan kesalahannya. Bersamaan dengan itu, beban dan tanggungjawab pun semakin banyak dibebankan kepadanya.
Seiring dengan perkembangan tersebut, banyak pula harapan-harapan yang riil dibebankan kepada siswa. Baik itu yang berasal dari orangtua, keluarga besar, masyarakat, Universitas tempatnya menuntut ilmu, atau pihak-pihak lainnya yang berarti (significant others). Sayangnya, tidak semua harapan yang dibebankan kepada siswa tersebut bisa tercapai dan dapat diwujudkan. Meskipun berbagai lembaga universiter telah banyak disediakan untuk memfasilitasi perkembangan siswa, namun tetap saja tidak semuanya dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.
Ciri-ciri siswa adalah sebagai berikut.
1.      Berada dalam “masa pengaturan”
Dikatakan demikian, karena menurut pandangan masyarakat begitu seseorang mulai memasuki dunia deasa, maka sama artinya dengan hilangnya kebebasan-kebebasan tertentu. Siswa yang mulai memasuki masa dewasa harus lebih siap menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya. Jika ditilik lebih lanjut, siswa laki-laki mulai dituntut untuk memperhatikan pekerjaan atau kariernya di masa yang akan datang. Sedangkan, siswa perempuan harus mulai belajar untuk menerima tanggung jawab sebagai calon Ibu dan pengurus rumah tangga.
2.      Berada pada usia reproduktif
Siswa sebagai kaum dewasa awal tentu saja sedang mengalami masa reproduktif, di mana dia siap untuk melakukan tindakan-tindakan reproduktif untuk melanjutkan keturunannya.
3.      Berada pada masa “bermasalah”
Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang sering dihadapi oleh seseorang, tidak trekecuali manusia. Masalah-masalah baru ini biasanya berbeda dari masalah-masalah yang sering dihadapi selama ini. Banyak kaum muda yang dihadapkan pada banyak masalah dan mereka tidak siap untuk mengatasinya.
Beberapa alasan mengapa penyesuaian diri pada masa dewasa sulit untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
4.      Sedikit sekali kaum muda yang mempunyai persiapan untuk menghadapi jenis-jenis masalah yang perlu diatasi sebagai orang dewasa.
5.      Mencoba menguasai dua atau lebih keterampilan serempak biasanya menyebabkan kedua-duanya kurang berhasil
6.      Tidak memperoleh bantuan dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahan mereka, tidak seperti saat mereka dianggap belum dewasa.
7.      Berada pada masa “ketegangan emosional”
Ketika seseorang berada dalam suatu wilayah baru, maka secara tidak langsung ia akan berusaha untuk memahami letak tanah yang baru saja ditempatinya, mungkin pula ia akna merasa bingung dengan keberadaannya saat itu. Begitu pula dengan siswa yang menjejaki lasa baru dalam hidupnya. Tidak dapat disangsikan, hal-hal semacam inilah yang sebagian mendasari munculnya permasalahan siswa.
8.      Berada pada masa “keterasingan sosial”
Dengan berakhirnya pendidikan formal, dan terjunnya seseorang ke dalam pola kehidupan orang dewasa, yaitu karier, pernikahan dan rumah tangga, hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya saat remaja pun mulai renggang. Bersamaan dengan itu, keterlibatan dalam kegiatan kelompok di luar rumah akan terus berkurang. Sebagai akibatnya, untuk pertama kali sejak bayi, semua orang muda, akan mengalami keterpencilan sosial atau keterasingan sosial.
9.      Berada pada masa “komitmen”
Setelah menjadi dewasa, siswa mulai mendapatkan tanggung jawab bahkan kepercayaan dari pihak lain. Dengan adanya hal ini, maka baik disadari maupun tidak, dalam kehidupan siswa yang bersangkutan, akan mulai muncul berbagai komitmen-komitmen tertentu dalam hidupnya.
10.  Berada pada masa “ketergantungan”
Meskipun sudah memasuki usia dewasa yang salah satu cirinya adalah kemandirian, namun tetap saja ada siswa yang maih meletakkan kebergantungan dalam hidupnya. Kebergantungan tersebut biasanya kepada keluarga, sahabat, atau pihak lain dalam jangka waktu yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya.
11.  Berada pada masa “perubahan nilai”
Banyak nilai-nilai pada masa kanak-kanak dan masa remaja yang berubah karena pola hubungan sosial yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda-beda dank arena nilai itu mulai dilihat dari kacamata siswa yang telah memasuki usia dewasa.
12.  Berada pada masa “penyesuaian diri dengan cara hidup baru”
Di antara berbagai penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh siswa selaku kaum dewasa awal, adalah penyesuaian terhadap gaya hidup. Yang paling umum adalah penyesuaian diri terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat (egalitarian) yang menggantikan pembedaan pola seks tradisional, serta pola-pola baru kehidupan keluarga, termasuk perceraian, single parent, dan berbagai pola baru di lingkungan siswa.
13.  Berada pada masa “kreatif”
Banyak kreativitas yang muncul saat orang-orang berposisi sebagai siswa. Bentuk kreativitas itupun bermacam-macam bergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan sebesar-besarnya.
Dari perspektif yang lain, setiap masa perkembangan, pasti mengemban tugas-tugas perkembangan. Tugas perkembangan yang wajib diemban oleh siswa dipusatkan pada harapan-harapan orangtua dan masyarakat agar mereka berhasil berprestasi dalam studi mereka. Sebagian lainnya diharapkan agar mereka segera mendapatkan pekerjaan, memilih seorang teman hidup. Sebagian yang lainnya, meskipun tidak banyak, diharapkan oleh orangtua mereka untuk belajar hidup bersama dengan suami atau isteri, membentuk suatu rumah tanggay, menerima tanggung jawab sebagai warganegara, dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok.

4.     LATIHAN MEMAHAMI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA
            Upaya konselor dalam mengenali konseli (kliennya) dalam ragam sifat dan karakteristiknya (individual differencies) bisa dilakukan menggunakan teknik-teknik tertentu sesuai dengan kebutuhannya. Terkait dengan transaksi konseling sebagai transaksi budaya, maka teknik pemahaman individu yang relevan digunakan adalah teknik non testing yang dirancang bangun oleh konselor (termasuk konselor sebaya).
Skill training bagi konselor sebaya (peer counseling) dimaksudkan untuk berlatih mempertajam mind competencies. Teknik pemahaman individu non testing merupakan salah satu teknik untuk menjaring informasi atau keterangan konseli yang, dalam hal ini adalah teman sebaya, yang up to date.
Adapun teknik pemahaman individu tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.
A.       Observasi
Merupakan teknik merekam data atau keterangan yang berupa perilaku individu yang Nampak (behavior observable). Apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh individu yang bersangkutan dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melakukan observasi, konselor hendaknya melengkapi diri dengan alat-alat observasi yaitu daftar cek (checklist), skala penilaian (rating scale), catatan anekdot (Anecdotal records), dan alat-alat mekanik (mechanical devices).
B.       Kuisioner
Merupakan teknik perekam data yang merupakan serangkaian pertanyaan atau pernyataan secara tertulis yang wajib dijawab individu secara tertulis pula. Data atau keterangan yang diungkap berupa fakta, pendapat dan sikap, serta persepsi diri dan hubungannya dengan orang lain. Metode kuesioner merupakan metode yang praktis, setiap responden mendapatkan pertanyaan yang sama, responden bebas memberikan keterangan, mempunya cukup waktu untuk menjawab pertanyaan, dan pengaruh subyektif dapat dikurangi.
C.      Wawancara
Merupakan proses komunikasi yang diselenggarakan secara profesional. Sebagai teknik pemahaman individu (yang bersifat pengumpulan data dan face finding), maka wawancara merupakan suatu proses komunikasi dengan mengajukan berbagai pertanyaan secara lisasn baik secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara yang bersifat langsung, apabila data yang diperoleh langsung berasal dari individu yang bersangkutan. Sedangkan wawancara yang bersifat tidak langsung, apabila wawancara dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan mengenai seseorang yang lain.
Data atau keterangan yang direkam melalui wawancara misalnya saja adalah kebiasaan belajar, maka konselor perlu merekam pula segala hal yang termasuk indicator dalam kebiasaan belajar (tempat belajar, jadwal belajar, fasilitas belajar, strategi belajat, kesulitan-kesulitasn yang dialami, situasi belajar, perhatian, dan dukungan orangtua, dll).
Manfaat wawancara adalah mengungkap langsung pandangan, sikap dan pendapat seseorang, mengungkap struktur kognitif yang berada di dunia makna seseorang, dan mengeksplor informasi personal.
D.     Sosiometri
Merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial, dari setiap anggota kelompok. Manfaat teknik sosiometri adalah memperbaiki hubungan insane, menentukan kelompok kerja tertentu, meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada kegiatan tertentu, mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok. Pemanfaatan teknik sosiometri akan ditindaklanjuti dengan sosiogram, yaitu penggambaran hubungan sosial menggunakan bentuk bagan.
E.      Otobiografi
Merupakan pengumpulan data individu dengan jalan mempelajari karangan yang ditulis sendiri oleh subyek terteliti, berupa riwayat kehidupannya pada rentang waktu tertentu. Kegunaan otobiografi adalah mengetahui aspek-aspek, baik pikiran, perasaan, sikap pribadi, tingkah laku atau keadaan emosi, mengetahui tingkat pengetahuan dan pendidikan, pengalaman, minat, bahkan tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai, dan sebagai dasar untuk melancarkan instrument non testing lainnya.


F.       Inventori masalah (Daftar Cek Masalah/ Problem Checklist)
Merupakan sebuah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk memancing pengutaan masalah yang pernah atau sedang dialami oleh individu yang menyangkut keadaan pribadi seperti sikap, minat, keadaan jasmnani, hubungan personal-sosial, kondisi rumah dan keluarga, dan lain-lain. Adapun daftar problema yang terungkap dalam DCM ada 12, yaitu :
a. Kesehatan
b. Keuangan
c. Pergaulan social
d. Agama atau kepercayaan
e. Pekerjaan
f. Keluarga
g. Kepribadian
h. Kurikulum
i. Kemampuan atau bakat
j. Belajark. Rekreasi (penggunaan waktu luang)
l. Asmara (percintaan)
5. LATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KONSELOR SEBAYA
         Berkomunikasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karenanya, manusia akan selalu menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Berkaitan dengan itu, dibutuhkan sebuah keterampilan komunikasi yang harus dikuasai oleh manusia, agar bisa melakukan kontak dengan pihak lain dalam berbagai situasi.
Tujuan komunikasi :
1. Menemukan diri
2. Berhubungan dengan orang lain
3. Meyakinkan agar mengubah sikap dan perilaku
4. Bermain dan menghibur diri

Taraf komunikasi
Bila seseorang bertemu dengan orang lain, akan terjadi komunikasi. Tetapi komunikasi tersebut akan terjadi dalam taraf kedalaman yang berbeda-beda. Taraf kedalaman komunikasi dapat diukur dari apa, dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran atau perasaan, obyek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri (Supratiknya, 1995).
Adapun taraf kedalaman komunikasi terjadi dalam lima tahap sebagai berikut.
A.      Taraf kelima basa-basi
B.      Taraf komuniaksi paling dangkal
Terjadi antara dua orang yang bertemu secara kebetulan. Pada taraf ini tidak terjadi komunikasi yang sebenarnya. Setiap orang tidak membuka diri kepada dan bagi yang lain
C.      Taraf keempat membicarakan orang lain
Kedua belah pihak sudah saling menanggapi tetapi masih dangkal. Belum mau bicara tentang diri masing-masing. Obyek pembicaraan di luar dirinya. Masing-masing pihak tidak saling berpendapat, hanya sekedar bertukar informasi saja. Masing-masing pihak belum saling membuka diri.
D.     Taraf ketiga menyatakan gagasan dan pendapat
Masing-masing pihak sudah saling membuka diri. Pengungkapan diri masih terbatas pada taraf pikiran. Masing-masing pihak menghindar dari kesan beda pendapat. Cenderung menyenangkan lawan bicara. Belum ada keberanian untuk menampilkan diri yang sebenarnya
E.      Taraf kedua hati/ perasaan
Mulai membuka hati. Hubungan satu sama lain terasa lebih akrab. Sepakat untuk saling mempercayai. Taraf pertama hubungan puncak Ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, saling percaya. Bebas untuk saling mengungkapkan perasaan. Satu sama lain saling memahami
Yang perlu digarisbahwahi bahwa kelima taraf kedalaman komunikasi itu wajib ada dalam konseling, dimulai dari taraf yang paling dangkal sampai pada taraf yang paling dalam atau hubungan puncak. Konseling dimulai dengan komunikasi taraf dangkal, karena hal ini dimaksudkan untuk membangun kepercayaan konseli terlebih dahulu, dan mengurangi ketakutan konseli dalam mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya.
Mendengar Empatik
Supaya proses komunikasi lebih bersifat personal, apalagi dalam setting konseling, perlu dikomunikasikan kepada lawan bicara, bahwa konselor telah mendengar dan memahami apa yang dikomunikasikannya. Proses komunikasi disebut impersonal, jika penerima mengkomunikasikannya kepada pengirim pesan, bahwa ia tidak memahami pesan yang disampaikan. Kondisi seperti ini tentu saja akn menghambat proses komunikasi.
Dalam pelaksanaan konseling mendengar empatik mengandung arti bahwa ada kesediaan dari pribadi konselor untuk mendengarkan dengan penuh perhatian setiap hal yang dikemukakan oleh konseli atau klien. Di samping itu ada kesediaan untuk memahami pesan yang disampaikan konseli atau klien dari sudut pandang orang tersebut.
Empatik bukan berarti simpatik, bahwa konselor bisa merasakan apa yang dirasakan oleh konseli atau kliennya dari sudut pandang konseli, namun tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap berusaha dan menjadi pihak yang netral.
Kiat paling efektif untuk bisa mendengarkan empatik adalah “sebelum memberikan tanggapan, terlebih dahulu konselor harus memahami cara pandang konselinya. Hal itu akna terjadi jika konselor secara serius mampu menangkap gagasan dan perasaan konselinya, selanjutnya konselor akan mampu memberikan pemahaman atas semua hal yang dikemukakan konseli.”
Memahami Cara Pandang Orang Lain
Agar proses komunikasi dalam konseling bisa efektif, maka konselor perlu memiliki kemampuan untuk memahami sudut pandang konselinya. Oleh karena itu, ketika sedang berkomunikasi dalam suatu setting konseling, yang harus diperhatikan konselor adalah sebagai berikut.
a)      Cara pandang konseli dari komunikasinya
b)      Pemahaman konseli tentang pesan yang dibahas dalam konseling
c)      Segala hal yang berhubungan dengan kebutuhan dan keinginan konseli, dalam setting konseling.
Mengungkapkan Perasaan
Perasaan merupakan reaksi internal kita terhadap berbagai pengalaman yang kita terima, dan kita memanfaatkannya melalui bentuk perilaku terbuka untuk mengkomunikasikannya kepada orang lain. Reaksi perasaan tersebut seringkali disertai oleh perubahan-perubahan fisiologis. Tetapi seringkali kita mengalami kesulitan untuk mengungkapkan maupun mengendalikan perasaan-perasaan kita.
Beberapa hal sehubungan dengan komunikasi yang wajib diperhatikan oleh konselor, termasuk konselor sebaya adalah sebagai berikut.
Hal-hal yang mendorong terciptanya komunikasi efektif :
1)      Perhatian
2)      Pengertian
3)      Kesediaan menerima
4)      Tindakan
5)      Faktor pribadi
6)      Aspek para-bahasa
7)      Hal-hal yang menghambat komunikasi
8)      Ekspresi wajah yang kurang sesuai
9)      Kontak pandangan yang tidak focus
10)  Gestur
11)  Postur
12)  Mengubah topik pembicaraan dengan tiba-tiba
13)  Menghubungkan apa yang dibicarakan oleh komunikator dengan pengalaman pribadi
14)  Hanyut dengan pikiran sendiri
15)  Terdapat penilaian terhadap pengirim pesan
16)  Menutup diri terhadap info baru
17)  Perbedaan persepsi
18)  Pengaruh emosi
19)  Kesalahan informasi
20)  Cara mengembangkan keterampilan komunikasi
21)  Sampaikan pesan yang mudah dipahami oleh komunikasn
22)  Gunakan contoh khas yang sederhana dan jelas
23)  Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
24)  Pikirkan pesan sebelum disampaikan
25)  Cek pemahaman pesan oleh komunikasn
26)  Ketika mendengarkan, fokuslan dan buat kesimpulan
27)  Hindari penilaian pesan sebelum diterima secara lengkap
28)  Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk menyesuaikan atau menyamakan pemahaman
29)  Cara mengirimkan pesan
30)  Bicara dengan jelas
31)  Deskripsikan tingkah laku
32)  Sampaikan pesan yang mudah dipahami
33)  Gunakan contoh yang spesifik
34)  Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas
35)  Pikirkan pesan sebelum dikirimkan
36)  Kontak pandangan
37)  Isyarat non verbal sesuai pesan
38)  Cek pemahaman komunikan
39)  Ulangi pesan dengan cara yang lain
40)  Ajukan pertanyaan klarifikasi untuk samakan persepsi
41)  Cara menerima pesan
42)  Berhenti bicara
43)  Pahami pesan, upayakan kejelasan,
44)  Kontak pandangan
45)  Hindari penilaian pesan sebelum mendengarkan secara lengkap
46)  Hindari hal-hal yang mengganggu
47)  Etika komunikasi antar pribadi yang dipandang universal
48)  Jujur
49)  Tidak menuduh
50)  Nilai bersama
51)  Memberi gambaran tepat
52)  Mematuhi etika
53)  Selaras
54)  Bersikap positif, tidak mengganggu
55)  Pembinaan hubungan

6. LATIHAN MEMOTIVASI ORANG LAIN UNTUK KONSELOR SEBAYA
Terdapat saat-saat di mana seseorang membutuhkan bantuan, yaitu bila kapasitasnya untuk memenuhi tuntutan hidup terbatas, bila perkembangan yang diinginkan sulit tercapai, bila sulit mengambil keputusan penting, atau bila system pendukung alami tidak tersedia dan tidak memadai.
   Dalam konseling, termasuk konseling sebaya, kemampuan memotivasi konseli merupakan keterampilan yang sangat dibutuhkan. Individu yang mengalami masalah umumnya merasa tidak berdaya menghadapi kondisinya saat itu. Sehingga, konselor perlu mengetahui cara-cara memotivasi konseli untuk mencari bantuan, untuk mau membuka diri, dan untuk berkomitmen menemukan solusi dan melaksanakannya. Keterampilan memotivasi didasarkan pada tahapan konseling. Terdapat tiga tahapan konseling sebagai berikut.
1. Awal membuka diri (initial disclosure)
Pada tahap awal ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk mau       berkomunikasi dan membuka diri
2. Eksplorasi mendalam (in depth exploration)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk memahami diri dan situasi yang dialami
3. Komitmen untuk melakukan tindakan (commitment to action)
Pada tahap ini dibutuhkan keterampilan memotivasi konseli untuk berkomitmen merencanakan dan melaksanakan perubahan
Dalam melaksanakan konseling, ada banyak teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, termasuk konselor sebaya. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Teknik untuk mengundang komunikasi dan membangun hubungan konseling
1.      Pesan-pesan non verbal
Konselor hendaknya memunculkan bahasa tubuh yang menunjukkan ketertarikan terhadap apa yang disampaikan konseli. Pada awal konseling, hendaknya konselor melakukan keterampilan attending dengan beberapa hal berikut.
2.      Menghadap dan condong ke lawan bicara dalam postur yang menunjukkan, bila perlu “excited”
3.      Mata terfokus pada wajah lawan bicara
4.      Tangan terbuka, seakan-akan menyampaikan, “Saya sangat tertarik menerima apa yang ingin kamu katakana kepada saya”
5.      Mempertahankan ekspresi muka yang menarik
6.      Melakukan gestur-gestur yang mendorong konseli untuk berkomunikasi (anggukan kepala, senyum, gerakan tangan, dsb)
7.      Pesan-pesan verbal
Mendorong komunikasi biasanya dimulai oleh konselor dengan menawarkan undangan yang tulus untuk berkomunikasi, seperti di bawah ini.
8.      “Bagaimana saya dapat membantumu?”
9.      “Apa yang ingin kamu diskusikan saat ini?”
Setelah konseli merespons undangan untuk berkomunikasi tersebut dan menyampaikan garis besar masalahnya, konselor perlu mengklarifikasinya lebih jauh. Pernyataan-pernyataan yang dapat digunakan untuk mengembangkan komunikasi antara lain sebagai berikut.
a.      Ceritakan lebih banyak mengenai..........
b.      Bantu saya memahami lebih dalam mengenai..............
c.       Ceritakan apa yang terjadi ketika..........
d.      Bantu saya memahami pemikiranmu mengenai...............
e.      Kedengarannya sekan-akan kamu merasa.................
Secara lebih gamblang, dalam membentuk hubungan baik dengan konseli selama konseling permulaan, yang harus dilakukan oleh konselor adalah sebagai berikut.
7. Penyambutan
Untuk melakukan penyambutan pada konseli, konselor bisa melakukannya secara verbal dan nonverbal.
 Verbal
Misalkan dengan memberi atau menjawab salam, menyebut nama konseli begitu  konseli masuk, mempersilakan konseli masuk dan memilih tempat duduk jika memungkinkan (jika ada pilihan tempat duduk. Jika tidak ada pilihan tempat duduk lain, maka jangan ditawarkan untuk memilih. Konselor harus meminta konseli untuk duduk di kursi yang membelakangi pintu, sesuai dengan confidentiality limit), menanyakan kenyamanan duduk konseli, pujian atas kedatangan konseli ke ruangan konseling untuk menghargai konseli, dan menanyakan kabar (Dengan tujuan hanya sekedar untuk memecahkan kebekuan atau basa-basi semata)

• Nonverbal
Menghentikan seluruh aktivitas, isyarat mempersilahkan masuk bagi konseli, membukakan pintu (jika memungkinkan, kecuali konseli telah membuka pintunya terlebih dahulu), menutup pintu di belakang konseli (wajib), menjabat tangan (jika konseli bersedia, mengingat latar belakang budaya konselor dan konseli belum tentu sama), mendampingi konseli berjalan ke tempat duduk. tersenyum, memilih tempat duduk, jika diperlukan sekali bisa merangkul pundak, dsb.
8. Inisiasi Pembicaraan
Indikator dari inisiasi pembicaraan adalah konseli lebih terbuka, bicaranya sudah mulai lancar, dan merasa nyaman berada dalam ruang konseling termasuk untuk menceritakan masalahnya.

 Sesuatu yang masih baru dan segar diusahakan merupakan hal-hal yang tidak menyinggung konseli, topik umum yang banyak dibicarakan dan masih hangat, hobi, kondisi cuaca, benda di sekitar ruangan, potensi, lingkungan asal konseli. Yang mana tujuan dari topik netral adalah untuk menghindari konseli diam dan konseli menjawab ‘tidak tahu’.

•Kegiatan dalam kaitan dengan kelonggaran kedatangan
Misalnya saja, “Apakah saat ini sedang tidak ada pelajaran?”
9. Transisi Pembicaraan
Merupakan pengalihan dari topik netral menuju proses konseling yang sebenarnya.
• Alih topic
Misalnya saja “Sehubungan dengan kedatanganmu kemari, adakah sesuatu yang penting untuk kita bicarakan bersama?”
 Informasi harapan keberhasilan
Konselor memberikan penguatan kepada konseli, bisa dengan menggunakan role limit, konselor menjelaskan kepada konseli apa yang akan dilakukan konselor dalam membantu konseli menyelesaikan masalahnya melalui serangkaian proses konseling. Konselor perlu menekankan di sini, kemungkinan konseling bisa berjalan lancar dengan beberapa syarat, misalnya konseli mampu diajak bekerjasama, konseli benar-benar ingin merubah dirinya, dsb.
• Meminta kesediaan konseli untuk direkam
Tujuannya adalah untuk mempermudah konselor jikia konselor ingin mengkaji ulang masalah konseli, meskipun tidak menutup kemungkinan ada pula konseli yang tidak bersedia direkam. Adapun hasil rekaman tidak boleh disalahgunakan oleh konselor dan dijadikan sebagai data pribadi siswa yang bersangkutan.
• Pengembangan topic
Misalnya saja “Yang kita bicarakan tadi adalah seputar hobi dan prestasimu dalam olahraga. Nah, adakah hal lain mengenai dirimu yang hendak kamu kemukakan?
Konselor perlu pula mengembangkan time limit dalam awal konseling sehingga bisa disepakati kapan konseling akan berakhir

Yang paling penting, konselor harus menanamkan sikap acceptance pada konseli, menerima tanpa syarat bagaimanapun dan apapun keadaan konseli yang akan dibantunya.
Teknik untuk menciptakan kondisi mendukung berlangsungnya proses konseling.
A.     Empati
Empati didefinisikan sebagai kemampuan konselor untuk memasuki dunia pengalaman konseli dan untuk mengalami dunia konseli seakan-akan seperti dunia konselor sendiri, namun dalam catatan tidak terlarut di dalamnya. Konselor tetap menyadari siapa dirinya dan siapa konseli. Untuk berempati, diperlukan dua keterampilan yaitu mempersepsi dan komunikasi. Mempersepsi melibatkan proses yang intens dalam mendengarkan tema, isu, konstruk, personal, dan emosi.
1.         Penghargaan positif tanpa syarat
Penghargaan positif adalah mempedulikan konseli tidak untuk alasan lain kecuali fakta bahwa mereka adalah manusia yang berharga. Kepedulian terhadap konseli diekspresikan dengan :
a.      Antusiasme yang ditunjukkan terhadap kehaditan konseli
b.      Jumlah waktu dan energy yang dicurahkan demi kebaikan konseli
Pengalaman dipedulikan dan dihargai, akan membantu konseli mengembangkan kepedulian pada dirinya sendiri. Pengalaman tersebut secara tidak langsung akan menumbuhkan energy positif dan mendorong konseli untuk merespons tuntutan-tuntutan hidup. Jadi, kepedulian konselor dapat meningkatkan antusiasme konseli untuk bekerja dan bertumbuh.
Ketulusan (Genuiennes)
Dimensi-dimensi ketulusan adalah sebagai berikut.
Transparansi, yaitu suatu keadaan di mana konselor mengizinkan konseli untuk mengetahui pikiran-pikiran dan perasaan konselor. Ini akan mengurangi kekhawatiran konseli bahwa konselor mencoba memanipulasinya untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu.
Kesungguhan (Realnes), yaitu suatu keadaan di mana konselor bersikap konsisten, sehingga lambat laun akan dipersepsi bahwa konselor memiliki kesungguhan. Jika konseli mempersepsi demikian, maka hal ini akan membantu konseli untuk merasa lebih aman dan percaya sehingga memiliki kemauan yang lebih pula untuk lebih intensif mengeksplorasi diri. Hal ini juga akan mendorong konseli untuk membuang pertahanan diri dan manipulasi diri.
Kejujuran (Honesty), yaitu suatu keadaan di mana konselor berkomunikasi secara jujur, memberikan informasi yang membangun untuk konselinya, dan menyampaikan imej diri yang sesungguhnya terhadap konseli
Otentik (Authenticity), yaitu suatu keadaan di mana konselor harus mengetahui dirinya sendiri dengan baik. Konselor harus memiliki gambaran yang jelas mengenai kepribadiannya dan bagaimana karakteristik-karakteristik tersebut diekspresikan dalam kejadian-kejadian penting dan dalam berhubungan dengan orang lain.
Kekongkritan (Concreteness)
Selama berkomunikasi, konselor mengarahkan pembicaraan pada hal-hal yang spesifik, bukan hal-hal yang umum atau kabur, seperti perasaan-perasaan spesifik, pikiran-pikiran spesifik, dan contoh tindakan yang spesifik. Dengan memahami perasaan atau pikiran yang spesifik, semakin besar kemungkinan untuk memahami diri dan mengembangkan perasaan yang lebih positif.
Teknik memotivasi konseli untuk merencanakan dan  melaksanakan perubahan
        Karena banyak konseli merasa sulit mengubah perilakunya dengan cara-cara lain yang akan memperbaiki kehidupannya, maka konselor perlu memberikan dukungan kepada konseli untuk memutuskan untuk bertindak. Dukungan terhadap rencana tindakan konseli dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
·         Mendiskusikan keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh konseli bila melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan konseli (konseli dapat mengembangkan perasaan memiliki control terhadap hidupnya, konseli dapat menghindari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan)
·         Mengirangu ketakutan konseli untuk bertindak dengan cara mengulas kemungkinan-kemungkinan negative dan membantu konseli melihat bahwa kemungkinan-kemungkinan negative tersebut tidak begitu sulit diatasi
·         Konselor dapat meminta konseli untuk membayangkan dirinya melakukan sesuatu perilaku baru dan mendeskripsikan situasinya. Dengan cara ini, baik konseli maupun konselor dapat memperoleh pemahaman mengenai kebutuhan-kebutuhan, aspirasi, dan ketakutan terhadap situasi tertentu. Konseli dapat melakukan role playing untuk berlatih menghadapi situasi tersebut.

LATIHAN DAN APLIKASI TEKNIK KONSELING TRAIT AND  FACTOR UNTUK KONSELOR SEBAYA
Secara singkat ancangan konseling Trait and Factor adalah sebagai berikut :
1.      Hakekat Manusia
Menurut Williamson (Fauzan, 1994) pada hakekatnya manusia :
Manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Menurut Williamson kedua potensi baik dan buruk itu ada pada setiap manusia. Kedua sifat itu dimiliki oleh manusia, tetapi sifat mana yang akan berkembang tergantung pada interaksinya dengan orang lain atau lingkungannya.
Manusia bergantung dan hanya akan berkembang secara optimal ditengah- tengah masyarakat. Manusia memerlukan orang lain dalam mengembangkan potensi dirinya. Aktualisasi diri hanya akan dapat dicapai dalam hubungannya dengan orang alin, manusia tidak dapat hidup sepenuhnya dengan melepaskan orang lain.
Manusia ingin mencapai kehidupan yang baik (good life). Memperoleh kehidupan yang baik dan lebih baik lagi merupakan kepedulian setiap orang.
Manusia banyak berhadapan dengan “pengintroduksi” konsep hidup yang baik, yang menghadapkannya pada pilihan- pilihan. Dalam keluarga, individu berkenalan dengan konsep hidup yang baik dari orang tuanya.
Hubungan manusia berkait dengan konsep alam semesta (the universe). Williamson menyatakan bahwa konsep alam semesta dan hubungan manusia terhadapnya sering terjadi salah satu dari : manusia menyendiri dalam ketidakramahan alam semesta, alam semesta bersahabat dan menyenangkan atau menggantungkan bagi manusia dan perkembangannya.
2.      Hakekat Konseling
a)        Suatu proses yang bersifat pribadi dan individual yang dirancang untuk membantu mempelajari bahan yang diajarkan di sekolah. Mengembangkan sifat- sifat kewarganegaraannya, nilai- niali sosial, pribadi dan kebiasaan diri yang baik, keterampilan, sikap dan keyakinan. Keyakinan-keyakinan yang diperlukan untuk menyakinkan yang diperlukan untuk menyesuaikan diri secara normal.
b)        .Suatu bantuan yang bersifat individual, personal yang diliputi oleh suasana permisif dalam mengembangkan keterampilan dan mencapai “self understanding” dan “self direction” yang secara sosial dibenarkan.
c)         Suatu jenis khusus dari hubungan kemanusiaan yang relatif singkat antara konselor dan konseli dalam usaha mengarahkan dan membina perkembangan lebih lanjut.
d)         Suatu cara untuk memfasilitasi individu untuk mendapatkan identitasnya, mempermudah keinginannya memahami diri sendiri dan dalam mewujudkan aspirasinya.

Dari butir (1) sampai dengan (4) terlihat perkembangan definisi dari tahun ke tahun sampai ada definisi terakhir yang dihimpun oleh Peterson (1980) yaitu konseling adalah suatu jenis hubungan kemanusiaan yang dengannya manusia itu akan dapat belajar mengamati dirinya sebagaimana adanya dan menerima dirinya dengan segala potensi dan kecakapan yang positif.
2.    Tujuan Konseling
Secara ringkas tujuan konseling menurut ancangan Trait and Factor ini yaitu:
1) Self- clarification (kejelasan diri)
2) Self- understanding (pemahaman diri)
3) Self- acceptance (penerimaan diri)
4) Self- direction (pengarahan diri)
5) Self- actualization (perwujudan diri)
3.    Tahap- tahap Konseling
1)   Analisis
Analisis merupakan langkah mengumpulkan informasi tentang diri konseli beserta lingkungannya. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman tentang diri konseli dalam hubungannya dengan syarat- syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang.
2)   Sintesis
Sintesis adalah usaha merangkum, menggolong- golongkan dan menghubung- hubungkan data yang telah terkumpul pada tahap analisis, yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan keseluruhan gambaran tentang diri konseli.
3)   Diagnosis
Merupakan tahap untuk menetapkan hakekat masalah yang dihadapi oleh konseli, menetapkan sebab- sebab dan pemikiran kemungkinan yang akan dialami konseli berkaitan dengan masalah yang dihadapinya saat yang akan datang. Tahap diagnosis terdiri dari 2 langkah sebagai berikut:
4)   Identifikasi masalah, merupakan suatu langkah untuk mengklasifikasikan masalah lebih rinci atau menentukan masalah.
5)   Penemuan sebab- sebab masalah (etiologi), merupakan tahap mencari faktor- faktor penyebab masalah yang dihadapi konseli
6)   Prognosis
Prognosis merupakan upaya memprediksikan kemungkinan- kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada saat ini.
7)   Treatment
Treatment merupakan suatu proses pemberian bantuan oleh konselor pada konseli melalui tatap muka dengan tujuan agar konseli dapat mencapai penyesuaian yang optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Di samping itu treatment juga berfungsi untuk mencapai tujuan konseling yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan permasalahan konseli
8)   Evaluasi dan Follow- Up
Evaluasi dan follow up merupakan tahap konseling untuk menilai tingkat keberhasilan pemberian konseling kepada konseli serta menentukan kegiatan lanjutan berdasarkan hasil penilaian tersebut.
9)   Teknik- teknik konseling
10)    Penciptaan hubungan baru (establishing rapport) ada beberapa hal yang terpenting dalam penciptaan hubungan baik : reputasi konselor (nama baik konselor), penghargaan dan perhatian konselor pada individu, kemampuan praktikan dalam menyimpan rahasia (konfidensialitas).
11)    Mempertajam pemahaman diri (cultivating self- understanding)
12)    Pemberian nasehat atau membantu merencanakan program tindakan (advising or planning of action), ada tiga cara dalam memberikan nasehat, yaitu : direct advise (nasehat langsung), persuasive, explanatory (penjelasan).
13)    Melaksanakan rencana tindakan (carrying out the plan)
14)    Merujuk konseli pada ahli lain (referral to other personal workers)
15)    Strategi implementasi
Williamson mengemukakan lima macam strategi (teknik umum) yaitu:
16)    Forcing Conformity (memaksa penyesuaian), dipilih apabila lingkungan memang tidak dapat diubah.
17)    Changing the Environment (mengubah lingkungan), dipilih bila memang tidak memungkinkan konseli memiliki kekuatan atau kemampuan melakukannya.
18)    Selecting the Approprate Environment (memilih lingkunga yang cocok)
19)    Learning Needed Skills (belajar keterampilan- keterampilan yang diperlukan)
20)    Changing Attitude (mengubah sikap), sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam menanggapi sesuatu dan arahnya juga pada siapa dan pada apa.
Pelayanan dasar
1.    Bimbingan Kelas
Program yang dirancang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas. Secara terjadwal, konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada para peserta didik. Kegiatan bimbingan kelas ini bisa berupa diskusi kelas atau brain storming (curah pendapat).
2.    Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan Sekolah, untuk mempernudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru. Materi pelayanan orientasi di Sekolah biasanya mencakup organisasi Sekolah, staf dan guru-guru, kurikulum, program bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler, fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib Sekolah.
3.    Pelayanan Informasi
Yaitu pemberian informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik. melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet).
4.    Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti : cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress.
5.    Pelayanan Pengumpulan Data (Aplikasi Instrumentasi)
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang pribadi peserta didik, dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.
Pelayanan responsif
·  Konseling Individual dan Kelompok
   Pemberian pelayanan konseling ini ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, peserta didik (konseli) dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok.
·  Referal (Rujukan atau Alih Tangan)
   Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani masalah konseli, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan konseli kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan kepolisian. Konseli yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan penyakit kronis.
·  Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
   Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya:
1.   Menciptakan iklim sosio-emosional kelas yang kondusif bagi belajar peserta didik
2.   Memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam
3.   Menandai peserta didik yang diduga bermasalah
4.   Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui program remedial teaching
5.   Mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
6.   Memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik
7.   Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan “figur central” bagi peserta didik)
8.   Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif.
9.   Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik. Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya berlangsung di Sekolah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta didik. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa upaya, seperti:
·     Kepala Sekolah atau komite Sekolah mengundang para orang tua untuk datang ke Sekolah (minimal satu semester satu kali), yang pelaksanaannnya dapat bersamaan dengan pembagian rapor
·     Sekolah memberikan informasi kepada orang tua (melalui surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik
·     Orang tua diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke Sekolah, terutama menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.
·     Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar Sekolah Yaitu berkaitan dengan upaya Sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak :
a.    Instansi pemerintah
b.    Instansi swasta
c.    Organisasi profesi, seperti ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia)
d.    Para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter
e.    MGP (Musyawarah Guru Pembimbing)
Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan).
10.    Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan Sekolah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan Sekolah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
11.    Bimbingan Teman Sebaya (Peer Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap peserta didik yang lainnya. Peserta didik yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh konselor. Peserta didik yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu peserta didik lain dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
12.    Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
13.    Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
Perencanaan individual
Konselor membantu peserta didik menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan penilaian diri ini, peserta didik akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif. Pelayanan perencanaan individual ini dapat dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan, dan penyaluran), untuk membentu peserta didik menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Konseling menggunakan informasi tentang pribadi, sosial, pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk :
1.        Merumuskan tujuan, dan merencanakan kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya
2.        Melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan
3.        Mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.

Dukungan sistem
Pengembangan Professi Konselor secara terus menerus berusaha untuk “meng-update” pengetahuan dan keterampilannya melalui :
1.                  In-service training
2.                  Aktif dalam organisasi profesi
3.                  Aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar dan workshop (lokakarya)
4.                  Melanjutkan studi ke program yang lebih tinggi.
Manajemen Program : Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu bimbingan dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program Sekolah dengan dukungan wajar baik dalam aspek ketersediaan sumber daya manu sia (konselor), sarana, dan pembiayaan.
ASAS-ASAS DAN ETIKA DALAM PELAYANAN KONSELING SEBAYA
Sebaya artinya kemiripan/tidak berbeda jauh dalam usia. Dalam  seminar  saat  ini diutarakan  konseling  sebaya  bagi para  remaja  mengingat  siswa SMA/sederajatnya  dan  Mahasiswa terdapat dalam rentangan usia 15 – 24 tahun. Kesebayaan menimbulkan keeratan,  keterbukaan  dan  perasaan senasib muncul.  Di kalangan remaja kondisi  ini  dapat  menjadi  peluang bagi  upaya  memfasilitasi. perkembangan  remaja,  di  sisi  lain karakteristik  psikologis  remaja, misalnya  bersifat  emosional,  labil juga  merupakan  tantangan  bagi keefektifan  layanan  konseling sebaya  bagi  mereka.    Pentingnya teman  sebaya  bagi  remaja  tampak dalam komformitas remaja terhadap kelompok sebayanya.
Konselor  sebaya  bukanlah konselor  profesional,  atau  ahli terapi.    Mereka  adalah  para remaja/pemuda  (siswa/mahasiswa) yang  memberikan  bantuan  kepada siswa atau mahasiswa lain di bawah bimbingan  konselor  ahli.    Dalam konseling  sebaya,  peran  dan kehadiran  konselor  ahli  tetap diperlukan.  Dalam model konseling ini terdapat hubungan triadik antara konselor ahli, konselor  sebaya, dan klien sebaya (Suwarjo, April 2008).
Saat  seorang  remaja  mendapatkan masalah,  mereka  lebih  banyak sharing  atau  curhat  kepada  teman sebayanya  daripada  kepada  guru (termasuk  konselor  sekolah)  dan orang  tuanya.    Hal  ini  disebabkan para  remaja  tahu  persislika-liku masalah itu dan lebih spontan dalam mengadakan  kontak.    Konselor sebaya yang terlatih memungkinkan terjadinya  sejumlah  kontak  yang spontan  dan  informal.    Kontak-kontak  yang  demikian  memiliki multiplying  impact  pada  berbagai aspek dari remaja lain, bahkan dapat menjadi  jembatan  penghubung antara  konselor  profesional  dengan para  siswa  (remaja)  yang  tidak sempat  berjumpa  dengan  konselor.
Sesuai  dengan  kemampuannya, konselor sebaya diharapkan mampu menjadi  sahabat  yang  baik.    Ia minimal  menjadi  pendengar  aktif bagi  teman  sebayanya  yang membutuhkan perhatian.  Selain itu ia  juga  mampu  menangkap ungkapan,  pikiran  dan  emosi  di balik  ekspresi  verbal  maupun  non verbal,  berempatik  tulus,  dan  bila memungkinkan  mampu memecahkan  masalah  sederhana tersebut.
Permasalahan  yang  sering dihadapi para remaja adalah masalah seks  dan  pacaran. Berikut  ini  diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan konseling  sebaya,  yang  tentunya keterampilan  konselor  sebaya  yang diperlukan  relatif  sangat  sederhana apabila  dibandingkan  dengan keterampilan konselor profesional.

1.    ASAS-ASAS KONSELING
Dalam penyelenggaraan pelayanan peer konseling perlu menerapkan kaidah-kaidah dasar atau yang biasa disebut sebagai asas-asas konseling. Asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan dalam penyelenggaran pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselengara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
2.    ASAS KERAHASIAAN
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelengara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak mendapat tempat di hati klien dan para calon klien; mereka takut untuk meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah riwayat pelayanan konseling di tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
3.    Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
4.    Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, malahan lebih adri itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing dapat dilaksanakan.
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika si terbimbing tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan; maksudnya, si terbimbing telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengahrapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya pun terbuka.
Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor), dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana terbuka seperti itu, masing-masing pihak bersifat transparan (tembus pandang) terhadap pihak lain.
5.    Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan sekarang, nukan masalah yang lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masa lampau dan/atau masa yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalajmerupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika dimintai bantuan oleh klien atau jelas-jelas menampak misalnya adanya siswa yang mengalami masalah maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih.
6.    Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok : (a) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya; (b) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis; (c) mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri; (d) mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; (e) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling, dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien.
7.    Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multi dimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif pula melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.
8.    Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan ini tidak sekedar mengulang-ulang hal yang lama, yang bersifat monoton, melainkan perubahan  yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.
9.    Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Jangan hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk terselengarakannya asa keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya bimbingan dan konseling.
10.          Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini ditetapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang adad. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak boleh menyimpang dari norma-norma yang dimaksud.
Ditilik dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan pelayanan bimbingan dan konseling tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
11.         Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dikakukan secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
12.         Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, jika konselor sudah mengarahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang itu. Hal terakhir yang secara langsung mengacu kepada batasan yang telah diuraikan bab II, yaitu bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani dan rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dr masalah-masalah kriminal ataupun perdata.
13.         Asas Tut Wuri Handayani
Asas inimenunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya magun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.

KARAKTERISTIAK PRIBADI KONSELOR
1.                  Memiliki identitas : memahami diri sendiri, tujuan dari yang akan mereka lakukan
2.                  Menghargai dan menaruh hormat terhadap diri sendiri.
3.                  Mampu mengenal dan menerima kekuatan diri sendiri
4.                  Terbuka terhadapa perubahan
5.                  Memperluas kesadaran akan diri sendiri dan orang lain.
6.                  Bersedia dan mampu menerima adanya ambiguitas
7.                  Dapat mengalami dan mengetahui dunia orang lain, namun rasa empati yang ada bukanlah untuk diwarnai dengan keinginan untuk memiliki
8.                  Bergairah hidup dan pilihannya berorentasi pada kehidupan
9.                  Orang-orang otentik, bersungguh-sungguh dan jujur
10.              Memiliki rasa humor
11.              Bisa membuat kesalahan dan mau mengakuinya
12.              Biasanya hidup dimasa kini
13.              Menghargai adanya pengaruh budaya
14.              Mampu menggali kembali sosok pribadi mereka sendiri
15.              Mampu membuat pilihan-pilihan yang bisa membentuk hidup
16.              Menaruh kesejahteraan serius kepada orang lain
17.              Menjadi terlibat secara penuh dalam karya mereka dan menyerap makna darinya
18.              Beberapa hal penting dalam konseling teman sebaya :

Hubungan Konseling Sebaya : 
1.                  Hubungan saling percaya
2.                  Komunikasi yang terbuka
3.                  Pemberdayaan  klien  agar mampu  mengambil  keputusannya sendiri.

Persyaratan Konselor Sebaya :
1.                  Berpengalaman sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak)
2.                  Memiliki  minat,  kemauan,  dan perhatian  untuk  membantu klien..
3.                  Terbuka  untuk  pendapat  orang lain.
4.                  Menghargai  dan  menghormati klien.
5.                  Peka  terhadap  perasaan  orang dan mampu berempati.
6.                  Dapat  dipercaya  dan  mampu memegang rahasia.
7.                  Pendidikan  minimal  setingkat SLTA (lebih diutamakan).

Keterampilan Konselor Sebaya :
1.                  Membina  suasana  yang aman,  nyaman,  dan menimbulkan  rasa  percaya klien terhadap konselor.
2.                  Melakukan  komunikasi interpersonal,  yaitu hubungan  timbal  balik  yang  bercirikan :
1.                  komunikasi dua arah
2.                  Perhatian  pada  aspek  verbal dan  non verbal
3.                  Penggunaan  pertanyaan untuk  menggali  informasi, perasaan dan pikiran
4.                  Kemampuan melakukan 3 M (Mendengar  yang  aktif, memahami  secara  positif, dan  merespon  secara  tepat), seperti :
1.                  Jaga  kontak  mata  dengan lawan  bicara/klien (sesuaikan    dengan budaya setempat) tunjukkan  minat mendengar.
2.                  Jangan  memotong pembicaraan    klien,  atau melakukan kegiatan lain.
3.                  Ajukan  pertanyaan  yang relevan.
4.                  Tunjukkan empati.
5.                  Lakukan  refleksi  dengan cara  mengulang  kata-kata klien  dengan menggunakan  kata-kata sendiri. 
6.                  Mendorong  klien  untuk terus  bicara  dengan memberikan  dorongan minimal, seperti ungkapan menyetujui, dan  anggukan  kepala, acungan jempol, dan lain-lain.

Tempat Konseling :
Sebenarnya  konseling  dapat dilakukan  di  mana  saja,  asalkan syarat-syarat  berikut  terpenuhi, antara lain :
1.                  Terjamin privacy
2.                  Nyaman dan tenang
3.                  Tidak bising

Kiat-kiat  khusus  melaksanakan konseling  sebaya  (pada  remaja) khususnya :
1.                  Terbuka,  membiarkannya  untuk bertanya  seluas-luasnya termasuk hal yang tabu
2.                  Fleksibel,  memberikan  jawaban yang sederhana dengan kata-kata yang mudah dimengerti.
3.                  Dapat  dipercaya,  jujur,  dan apabila  tidak  mengerti  jawaban dari  pertanyaan  klien,  katakan bahwa lain waktu akan berusaha menjawab  karena  sekarang belum mengerti.
4.                  Menjaga kerahasiaan klien.
5.                  Tunjukkan  sikap  tenang,  jangan mudah  panik  dan  terlalu  heran pada hal baru.
6.                  Menghargai  klien  dan  jangan menadang rendah dirinya.
7.                  Memahami,  dan  tidak memberikan  penilaian,  apalagi penilaian megatif tentang klien.
8.                  Bersabar,  biarkan  klien  yang mengambil  keputusannya sendiri.
Persiapan  konselor  sebelum pertemuan konseling :
1.                  Menyiapkan  mental  dan psikologis,  artinya  konselor sedang tidak terbawa oleh emosi atau masalahnya sendiri.
2.                  Mengatur  dan  menata  tempat konseling sesuai persyaratan.
3.                  Menyiapkan  alat,  atau  hal-hal yang  mempermudah  bantuan konseling.


Langkah-langkah  /tahapan konseling :
1.                  Mengucapkan salam.
2.                  Mempersilakan klien duduk.
3.                  Menciptakan  situasi  yang membuat klien merasa nyaman.
4.                  Mengajukan  pertanyaan  tentang maksud  dan  tujuan kedatangannya.
5.                  Berikan  informasi  yang  sangat dibutuhkan  klien,  termasuk berbagai alternatif jalan keluar.
6.                  Mendorong dan membantu klien untuk  menentukan  jalan  keluar atas persoalan yang dihadapi.
7.                  Sampaikan  tawaran  untuk konseling  berikutnya  apabila masih  perlu  pembicaraan selanjutnya,  dan  ucapkan  salam penutup dan terima kasih.
Situasi  sulit  yang  perlu  dikenal oleh konselor :
1.                  Bila klien pasif dan diam.
2.                  Klien menangis.
3.                  Klien  menanyakan  hal  yang bersifat pribadi kepada konselor.
4.                  Klien  minta  konselor  untuk mengambil keputusan.
5.                  Konselor  tidak  dapat  menjawab pertanyaan yang diajukan klien.
6.                  Konselor  tidak  menemukan solusi masalah.
7.                  Konselor  dan  klien  saling mengenal.
Implikasi  pelaksanaan  konseling sebaya
1.                  Konselor  sebaya  bukan merupakan konselor profesional, namun  keberadaannya  sangat membantu bagi terciptanya suatu hubungan  konseling  yang profesional.    Mereka  menjadi penghubung  yang  baik  antara konselor profesional dan klien.
2.                  Konselor  sebaya  memahami batas-batas  kemampuan  dalam menjalankan  konseling  dan bersikap  jujur  atas keberadaannya  apabila  tidak mampu  menyelesaikan  masalah klien.
3.                  Konselor  sebaya  senantiasa menciptakan  hubungan konseling secara terbuka, saling percaya,  dan  menjaga kerahasiaan,  dan  menyerahkan putusan akhir kepada klien.
PEMBIMBING SEBAYA
1.                  Mengapa Harus Pembimbing Sebaya?
Seorang remaja dalam kelompok sebayanya memiliki pengaruh yang besar dalam bagaimana ia berperilaku, baik perilaku yang positif maupun perilaku yang negatif. Kepercayaan pada Pembimbing Sebaya di mata kelompoknya benar-benar merupakan dasar yang penting dalam menciptakan Pembimbing Sebaya tersebut.
Dalam berkomunikasi dengan sebayanya Pembimbing Sebaya biasanya menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi akan lebih mudah dipahami.
Pembimbing Sebaya juga merupakan suatu cara untuk memberdayakan remaja, dalam hal ini menawarkan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak positif bagi mereka serta mengakses pelayanan yang mnereka butuhkan.
Pembimbing Sebaya juga muncul dari keyakinan bahwa remaja memiliki hak untuk berpartisipasi dalam mengembangkan program yang melayani mereka dan hak bersuara dalam bentuk kebijakan yang akan berdampak pada mereka. Oleh karena itu dengan menciptakan kemitraan yang efektif antara Guru Bimbingan dan Konseling dengan Pembimbing Sebaya merupakan sesuatu yang kritis bagi kesuksesan program Bimbingan dan Konseling di sekolah.
2.                  Peran dan Fungsi Pembimbing Sebaya
Pembimbing Sebaya diharapkan mampu berperan menjadi fasilitator, motivator, dan educator untuk sebayanya, oleh karena itu Pembimbing Sebaya diharapkan dapat :
1.          Menjadi model positif yang dapat dicontoh oleh teman sebayanya.
2.          Menjadi pemimpin bagi teman sebayanya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang positif di lingkungannya.
3.          Dapat menjadi sumber informasi bagi teman sebayanya akan program yang ada.
4.          Selain menjadi teman, seorang Pembimbing Sebaya juga dapat menjadi tempat curhat (dalam batas kemampuannya) bagi teman sebayanya dan memberi solusi yang sesuai dengan kebutuhan remaja yang bermasalah.
5.          Pembimbing Sebaya dapat menjadi teman/mitra dalam berkarya di lingkungannya.
6.          Pembimbing Sebaya mampu melakukan penjangkauan atau pendekatan pada teman-teman yang bermasalah dan memberikan informasi agar terhindar dan keluar dari permasalahan yang dihadapinya.
7.          Secara tidak langsung Pembimbing Sebaya dapat menjagi pelaku kontrol terhadap perilaku dirinya dan teman sebayanya.
Untuk dapat memenuhi peranannya sebagai Pembimbing Sebaya mereka harus memenuhi beberapa kriteria seperti :
a.          Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya.
b.          Berminat secara pribadi terhadap program Bimbingan dan Konseling
c.          Lancar berkomunikasi
d.          Memiliki ciri-ciri kepribadian yang terpuji seperti: ramah, luwes dalam pergaulan, berinisiatif, kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar dan suka menolong.
e.          Cara Menjadi Pembimbing Sebaya
Ketika remaja atau siswa akan menjasi Pembimbing Sebaya maka remaja tersebut harus mengikuti serangkaian pembekalan dan pelatihan agar mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dan tidak menjerumuskan teman sebayanya dalam poses pembimbingan.
Serangkaian proses menjadi seorang Pembimbing Sebaya adalah :
1.        Mengikuti pelatihan Pembimbing Sebaya secara penuh yang diselenggarakan oleh lembaga (Guru BK).
2.        Mengerjakan tugas-tugas dan melaksanakan rencana yang telah disusun.
3.        Memberikan laporan kemajuan diri sebagai Pembimbing Sebaya dalam upaya melakukan evaluasi diri dan pengembangan diri.
4.        Terus memperkaya diri dengan informasi terkini.
5.        Memberikan masukan kepada lembaga untuk mengembangkan program.
6.        Mendidik teman sebayanya agar dapat termotivasi.
7.        Dapat meningkatkan kapasitas diri.
8.        Bidang Bimbingan
Bidang-bidang bimbingan di sekolah adalah :
a.   Bimbingan Pribadi
b.   Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c.    Pemantapan pemahaman tentang potensi diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranannya di masa depan.
d.   Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan produktif.
e.   Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
f.     Pemantapan kemampuan mengambil keputusan dan mengarahkan diri secara mandiri sesuai dengan system etika, nilai kehidupan dan moral, serta apresiasi seni.
g.   Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat secara rohaniah maupun jasmaniah, termasuk perencanaan berkeluarga.
h.   Bimbingan Sosial
i.     Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif, efisien dan produktif.
j.     Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis dan kreatif.
k.    Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan social, baik di rumah, di sekolah, di tempat kerja maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat istiadat, hokum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku.
l.     Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya.
m. Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi rumah, sekolah, dan lingkungan, serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
n.   Orientasi tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
o.   Bimbingan Belajar
p.   Pemantapan sikap kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang bervariasi dan kaya
q.   Pemantapan disiplin belajar dab berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok
r.    Pemantapan penguasaan materi program belajar keilmuanm teknologi dan seni di Sekolah Menengah Atas dan sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi
s.    Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, social dan budaya di lingkungan sekolah, dan atau alam sekitar, serta masyarakat untuk pengembangan diri
t.     Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi

0 komentar:

Posting Komentar